Definisi guru diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. (Pasal 1 ayat 1)
Peranan guru sangat penting dalam dunia pendidikan karena selain berperan mentransfer ilmu pengetahuan ke peserta didik, guru juga dituntut memberikan pendidikan karakter dan menjadi contoh karakter yang baik bagi anak didiknya.
Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan guru maka pemerintah menyelenggarkan sertifikasi bagi guru atau pendidik dengan alokasi dana pendidikan nasional mencapai 20%, diharapkan menjadi perubahan baru didunia pendidikan.
Guru terdiri dari guru pegawai negeri sipil (PNS) dan guru bukan pegawai negeri sipil. Guru bukan PNS dapat melakukan penyetaraan angka kredit fungsional guru. Penetapan jabatan fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan angka kreditnya, bukan sebatas untuk memberikan tunjangan profesi bagi mereka, namun lebih jauh adalah untuk menetapkan kesetaraan jabatan, pangkat/golongan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku sekailgus demi tertib administrasi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil.
Maka pada tahun 2012 ini pemerintah berencana menyelenggarakan UKG (uji kompetensi Guru) yang bertujuan untuk pemetaan tenaga pendidik
Sumber kemendiknas.go.id dan pedoman UKG 2012 sedikit tambahan
Dan simulasi soal ukg online
Kamis, 26 Juli 2012
Minggu, 22 Juli 2012
Makna Laa Ilaha Illallaaah
Bismillah, dalam rangka memahamkan makna laa ilaha illallah yang haq, berikut penjelasan dari maknanya
04 Ust Khaidir_Makna Lailaha Illallah-16Apr06_Hari II sesi1[1].mp3
Jumat, 20 Juli 2012
Narkoba dalam Pandangan Syariat Islam
Bismillah, Dalam rangka pelaksanaan pesantren ramadhan, SMK Negeri Tapango, ada beberapa materi yang diberikan diantaranya " Pandangan syariat Islam Tentang Narkoba" maka saya coba sajikan dalam bentuk powerpoint, materi ini dirangkum dari beberapa sumber silahkan download smoga bermanfaat
Kamis, 19 Juli 2012
Pedoman Uji Kompetensi Guru (UKG)
Bismillah,
Bagi Pendidik yang tetap selalu bersemangat. Membangun anak negeri, demi kemajuan bangsa dan negara.Berikut pedoman UKG yang akan dilaksanakan.
Panduan Puasa Ramadhan Di Bawah Naungan Al-Qur`an Dan As-Sunnah Ustadz Dzulqarnain Bin Muhammad Sunusi Al-Atsary
Download link diatas untuk file PDF yang orgin
Majalah An-Nashihah Vol. 7 (1425/2008) 1
Panduan Puasa Ramadhan
Di Bawah Naungan Al-Qur`an Dan As-Sunnah
Ustadz Dzulqarnain Bin Muhammad Sunusi Al-Atsary
Berikut ini kami ketengahkan ke hadapan para pembaca tuntunan puasa Ramadhan yang benar,
berupa kesimpulan-kesimpulan yang dipetik dari Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah shollallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam yang shohih.
Tulisan ini kami sarikan dari pembahasan luas dari berbagai madzhab fiqh dan kami uraikan
dengan kesimpulan-kesimpulan ringkas agar menjadi tuntunan praktis bagi setiap muslim dan
muslimah dalam menjalankan puasa Ramadhan.
Harapan kami mudah-mudahan bermanfaat bagi segenap kaum muslimin dan muslimat dalam
menjalankan ibadah puasa Ramadhan yang mulia. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
1. Beberapa Perkara Yang Perlu Diketahui Sebelum Masuk Ramadhan.
Tidak boleh berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan dengan maksud berjaga-jaga
jangan sampai Ramadhan telah masuk pada satu atau dua hari itu sementara mereka tidak
mengetahuinya. Adapun kalau berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan karena
bertepatan dengan kebiasaannya seperti puasa Senin-Kamis, puasa Daud dan lain-lain, maka
hal tersebut diperbolehkan.
Seluruh hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhary dan
Muslim, Rasululllah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
“Jangan kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari kecuali seseorang
yang biasa berpuasa dengan suatu puasa tertentu maka (tetaplah) ia berpuasa.”
Penentuan masuknya bulan adalah dengan cara melihat Hilal. Hilal adalah bulan sabit kecil
yang nampak di awal bulan.
Dan bulan Islam hanya terdiri dari 29 hari atau 30 hari, sebagaimana dalam hadits ‘Abdullah
bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhary dan Muslim, Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam tatkala menyebut bulan Ramadhan beliau berisyarat dengan kedua tangannya
seraya berkata :
“Bulan (itu) begini, begini dan begini, kemudian beliau melipat ibu jarinya pada yang ketiga
(yaitu sepuluh tambah sepuluh tambah sembilan,-pent.), maka puasalah kalian karena kalian
melihatnya (hilal), dan berbukalah kalian karena kalian melihatnya, kemudian apabila bulan
tertutupi atas kalian maka genapkanlah bulan itu tiga puluh.”
Maka untuk melihat hilal Ramadhan hendaknya dilakukan pada tanggal 29 Sya’ban setelah
matahari terbenam. Selang beberapa saat bila hilal nampak maka telah masuk tanggal 1
Ramadhan dan apabila hilalnya tidak nampak berarti bulan Sya’ban digenapkan 30 hari dan
setelah tanggal 30 Sya’ban secara otomatis besoknya adalah tanggal 1 Ramadhan.
Apabila hilal telah terlihat pada satu negeri maka diharuskan bagi seluruh negeri di dunia
untuk berpuasa. Ini merupakan pendapat Jumhur ‘Ulama yang bersandarkan kepada surat Al-
Baqaroh ayat 185 :
“Maka barangsiapa dari kalian yang menyaksikan bulan, hendaknya ia berpuasa.”
Dan juga dari hadits Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma riwayat Al-Bukhary dan Muslim
yang tersebut di atas dan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma riwayat Al-Bukhary dan
Muslim, Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam :
“Berpuasalah kalian karena melihatnya dan berbukalah kalian karena melihatnya dan apabila
bulan tertutup atas kalian maka sempurnakanlah tiga puluh.”
Ayat dan dua hadits di atas adalah pembicaraan yang ditujukan kepada seluruh kaum
muslimin di manapun mereka berada di belahan bumi ini, wajib atas mereka untuk berpuasa
tatkala ada dari kaum muslimin yang melihat hilal.
Majalah An-Nashihah Vol. 7 (1425/2008) 2
2. Niat Dalam Puasa
Tidak diragukan bahwa niat merupakan syarat syahnya puasa dan syarat syahnya seluruh
jenis ibadah lainnya sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasululllah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam dalam hadits ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhary dan
Muslim :
“Sesungguhnya setiap amalan hanyalah tergantung pada niatnya dan setiap orang hanyalah
mendapatkan apa yang ia niatkan.”
Karena itu hendaknyalah seorang muslim benar-benar memperhatikan masalah niat ini yang
menjadi tolak ukur diterima atau tidaknya amalannya. Seorang muslim tatkala akan berpuasa
hendaknya berniat dengan sungguh-sungguh dan bertekad untuk berpuasa ikhlash karena
Allah Ta’ala.
Niat tempatnya di dalam hati dan tidak dilafadzkan. Hal ini dapat dipahami dari hadits di atas.
Diwajibkan bagi orang yang akan berpuasa untuk berniat semenjak malam harinya yaitu
setelah matahari terbenam sampai terbitnya fajar subuh.
Dan kewajiban berniat dari malam hari ini umum pada puasa wajib maupun puasa sunnah
menurut pendapat yang paling kuat di kalangan para ‘ulama.
Dan tidak dibenarkan berniat satu kali saja untuk satu bulan bahkan diharuskan berniat setiap
malam menurut pendapat yang paling kuat.
Tiga point terakhir berdasarkan perkataan Ibnu ‘Umar dan Hafshoh radhiyallahu ‘anhuma yang
mempunyai hukum marfu’ (sama hukumnya dengan hadits yang diucapkan langsung oleh
Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam) dengan sanad yang shohih :
“Siapa yang tidak berniat puasa dari malam hari maka tidak ada puasa baginya.”
Apabila telah pasti masuk 1 Ramadhan dan berita tentang hal itu belum diterima kecuali pada
pertengahan hari, maka hendaknyalah bersegera berpuasa sampai maghrib walaupun telah
makan atau minum sebelumnya dan tidak ada kewajiban qodho` atasnya sebagaimana dalam
hadits Salamah Ibnul Akwa’ riwayat Al-Bukhary dan Muslim, beliau berkata :
“Rasululllah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mengutus seorang laki-laki dari Aslam
pada hari ‘Asyuro` (10 Muharram,-pent.) dengan memerintahkannya untuk mengumumkan
kepada manusia siapa yang belum berpuasa maka hendaklah ia berpuasa dan siapa yang
telah makan maka hendaknya dia sempurnakan puasanya sampai malam hari.”
3. Waktu Pelaksanaan Puasa
Waktu puasa bermula dari terbitnya fajar subuh dan berakhir ketika matahari terbenam. Allah
Subhanahu wa Ta’ala menyatakan dalam surah Al-Baqaroh ayat 187 :
“Dan makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam
yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.”
4. Makan Sahur
Makan sahur adalah suatu hal yang sangat disunnahkan dalam syari’at Islam menurut
kesepakatan para ulama. Hal itu karena Rasululllah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam
sangat menganjurkannya dan mengabarkan bahwa pada sahur itu terdapat berkah bagi
seorang muslim di dunia dan di akhirat sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik riwayat Al-
Bukhary dan Muslim :
Majalah An-Nashihah Vol. 7 (1425/2008) 3
“Bersahurlah kalian karena sesungguhnya pada sahur itu ada berkah.”
Bahkan beliau menjadikan sahur itu sebagai salah satu syi’ar (simbol) Islam yang sangat
agung yang membedakan kaum muslimin dari orang–orang yahudi dan nashroni, beliau
bersabda dalam hadits ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim :
“Pembeda antara puasa kami dan puasa ahlul kitab adalah makan sahur.”
Dan juga disunnahkan mengakhirkan sahur sampai mendekati waktu adzan subuh,
sebagaimana Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam memulai makan sahur dalam
selang waktu membaca 50 ayat yang tidak panjang dan tidak pula pendek sampai waktu
adzan sholat subuh. Hal tersebut dinyatakan dalam hadits Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu
riwayat Al-Bukhary dan Muslim :
“Kami bersahur bersama Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam kemudian kami
berdiri untuk sholat. Saya berkata (Anas bin Malik yang meriwaytkan dari Zaid,-pent.) :
“Berapa jarak antara keduanya (antara sahur dan adzan)?”. Ia menjawab : “Lima puluh
ayat”.”
Dan dari hadits di atas, juga dapat dipetik kesimpulan akan disunnahkannya makan sahur
secara bersama.
Dan sebaik-baik makanan yang dipakai bersahur oleh seorang mu’min adalah korma.
Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Abu Dawud dengan sanad
yang shohih, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
“Sebaik-baik sahur seorang mu’min adalah korma.”
Batas akhir bolehnya makan sahur sampai adzan subuh, apabila telah masuk adzan subuh
maka hendaknya menahan makan dan minum. Hal ini sebagaimana yang dipahami dari ayat
dalam surah Al Baqoroh ayat 187 :
“Dan makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam
yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.”
Apabila telah yakin akan masuk waktu subuh dan seseorang sedang makan atau minum maka
hendaknyalah berhenti dari makan dan minumnya. Ini merupakan fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah
yang diketuai oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy
dan beberapa ulama lainnya berdasarkan nash ayat di atas. Adapun hadits Abu Daud, Ahmad
dan lain-lainnya yang menyebutkan bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam
bersabda :
“Apabila salah seorang dari kalian mendengar panggilan (adzan) dan bejana berada di
tangannya maka janganlah ia meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajatnya (dari bejana
tersebut).”
Hadits ini adalah hadits yang lemah sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Abu Hatim. Baca
Al-‘Ilal 1/123 no 340 dan 1/256 no 756 dan An-Nashihah Vol. 02 rubrik Hadits.
Dan andaikata hadits ini shohih maka maknanya tidak bisa dipahami secara zhohir-nya tapi
harus dipahami sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Baihaqy dalam Sunanul Kubra
4/218 bahwa yang diinginkan dari hadits adalah ia boleh minum apabila diketahui bahwa si
muadzdzin mengumandangkan adzan sebelum terbitnya fajar shubuh, demikianlah menurut
kebanyakan para ‘ulama. Wallahu A’lam.
Apabila seeorang ragu apakah waktu subuh telah masuk atau tidak, maka diperbolehkan
makan dan minum sampai ia yakin bahwa waktu subuh telah masuk.
Hal ini berdasarkan firman Allah :
Majalah An-Nashihah Vol. 7 (1425/2008) 4
“Dan makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam
yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.” (QS. Al-Baqaroh ayat
187)
Ayat ini memberikan pengertian apabila fajar subuh telah jelas nampak maka harus berhenti
dari makan dan minum, adapun kalau belum jelas nampak seperti yang terjadi pada orang
yang ragu di atas masih boleh makan dan minum.
5. Perkara-Perkara Yang Wajib Ditinggalkan Oleh Orang Yang Berpuasa
Diwajibkan atas orang yang berpuasa untuk meninggalkan makan, minum dan hubungan
seksual. Hal ini tentunya sangat dimaklumi berdasarkan firman Allah :
“Dan makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam
yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.”
Dan dalam hadits Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhary dan Muslim, Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menegaskan :
“Setiap amalan Anak Adam kebaikannya dilipatgandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus
kali lipat. Allah Ta’ala berfirman : “Kecuali puasa, sesungguhnya ia adalah (khusus) bagi-Ku
dan Aku yang akan memberikan pahalanya, ia (orang yang berpuasa) meninggalkan
syahwatnya dan makanannya karena Aku.” (Lafazh hadits bagi Imam Muslim)
Diwajibkan meninggalkan perkataan dusta, makan harta riba dan mengadu domba.
Juga diharuskan meninggalkan segala perkara yang sia-sia dan tidak berguna.
Dua point di atas berdasarkan dalil-dalil umum akan larangan melakukan perkara-perkara di
atas, dan secara khusus menyangkut puasa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa
sallam telah menjelaskan dalam hadits Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhary :
“Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan beramal dengannya maka Allah tidak
ada hajat/keperluan padanya apabila ia meninggalkan makan dan minumnya (yaitu pada
puasanya, -pent.).”
Dan juga dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Ibnu Khuzaimah dengan sanad
yang hasan, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menegaskan :
“Bukanlah puasa itu sekedar (menahan) dari makan dan minumannya, namun puasa itu
hanyalah (menahan) dari perbuatan sia-sia dan tidak berguna.”
Meninggalkan puasa wishol.
Puasa wishol artinya menyambung puasa dua hari berturut-turut atau lebih tanpa berbuka.
Puasa wishol adalah haram atas umat ini kecuali bagi Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wa sallam menurut pendapat yang paling kuat di kalangan para ‘ulama.
Hal tersebut berdasarkan hadits Abdullah bin ‘Umar, Abu Hurairah, ‘Aisyah dan Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhum riwayat Al-Bukhary dan Muslim. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wa sallam menyatakan :
“Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam melarang dari puasa wishol, maka para
sahabat berkata : “Sesungguhnya engkau melakukan wishol?”. Beliau menjawab :
“Sesungguhnya saya tidak seperti kalian saya diberi (kekuatan) makan dan minum.”
Majalah An-Nashihah Vol. 7 (1425/2008) 5
6. Perkara-Perkara Yang Jika Terdapat Pada Orang Yang Berpuasa Boleh
Baginya Untuk Berpuasa.
Orang yang bangun kesiangan dalam keadaan junub.
Diperbolehkan baginya untuk berpuasa berdasarkan hadits ‘Aisyah dan Ummu Salamah
radhiyallahu ‘anhuma riwayat Al-Bukhary dan Muslim :
“Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam kadang-kadang dijumpai
oleh waktu subuh sedang beliau dalam keadaan junub dari istrinya, kemudian beliau mandi
dan berpuasa.”
Tidak ada perbedaan apakah dia junub sebab mimpi atau sebab berhubungan. Demikian pula
wanita yang haid atau nifas yang telah suci sebelum terbit fajar akan tetapi dia belum sempat
mandi takut kesiangan dia juga boleh berpuasa menurut pendapat yang paling kuat di
kalangan para ‘ulama berdasarkan hadits di atas.
Juga diperbolehkan untuk bersiwak bahkan hal tersebut merupakan sunnah, apakah
menggunakan kayu siwak atau dengan sikat gigi.
Dan juga dibolehkan menyikat gigi dengan pasta gigi, tetapi dengan menjaga jangan sampai
menelan sesuatu ke dalam kerongkongannya dan juga jangan mempergunakan pasta gigi
yang mempunyai pengaruh kuat ke dalam perut dan tidak bisa diatasi.
Dua point di atas berdasarkan keumuman hadits-hadits yang menunjukkan akan
disunnahkannya bersiwak seperti hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhary
dan Muslim, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
“Andaikata tidak akan memberatkan ummatku niscaya akan kuperintahkan mereka untuk
bersiwak setiap hendak sholat.”
Dan dalam riwayat lain Malik, Ahmad, An-Nasa`i dan lain-lainnya dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz :
“Andaikata tidak akan memberatkan ummatku niscaya akan kuperintahkan mereka untuk
bersiwak bersama setiap wudhu`.”
Dua hadits ini menunjukkan sunnah bersiwak secara mutlak tanpa membedakan apakah
dalam keadaan berpuasa atau tidak.
Boleh berkumur-kumur dan menghirup air ketika berwudhu`, dengan ketentuan tidak terlalu
dalam dan berlebihan sehingga mengakibatkan air masuk ke dalam kerongkongan. Juga tidak
ada larangan untuk berkumur-kumur disebabkan teriknya matahari sepanjang tidak menelan
air ke kerongkongan. Seluruh hal ini berdasarkan hadits shohih dari Laqith bin Shabirah
radhiyallahu ‘anhu riwayat Abu Daud, At-Tirmidzy, An-Nasa`i, Ibnu Majah dan lain-lainnya,
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menyatakan :
“Dan bersungguh-sungguhlah engkau dalam menghirup air kecuali jika engkau dalam keadaan
puasa.”
Dan hadits-hadits lainnya yang menunjukkan disunnahkannya berkumur-kumur dan
menghirup air dalam wudhu`, juga datang dengan bentuk umum tanpa membedakan dalam
keadaan berpuasa atau tidak.
Juga boleh mandi dalam keadaan berpuasa bahkan juga boleh berenang sepanjang ia
menjaga tidak tertelannya air ke dalam tenggorokannya.
Dan juga boleh bercelak untuk mata ketika berpuasa.
Dua point di atas boleh karena tidak adanya dalil yang melarangnya.
Dan juga boleh memeluk/bersentuhan dan mencium istri bila mampu menguasai dirinya.
Menurut pendapat yang paling kuat di kalangan para ‘ulama.
Majalah An-Nashihah Vol. 7 (1425/2008) 6
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha riwayat Al-Bukhary dan Muslim,
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
“Adalah Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mencium dalam keadaan berpuasa dan
memeluk dalam keadaan berpuasa dan beliau adalah orang yang paling mampu menguasai
syahwatnya.”
Boleh menelan ludah bagi orang yang berpuasa bahkan lebih dari itu juga boleh
mengumpulkan ludah dengan sengaja di mulut kemudian menelannya. Adapun dahak tidaklah
membatalkan puasa kalau ditelan, tetapi menelan dahak tidak boleh karena ia adalah kotoran
yang membahayakan tubuh.
Boleh mencium bau-bauan apakah itu bau makanan, bau parfum dan lain-lain.
Dua point di atas boleh karena tidak adanya dalil yang melarang.
Boleh mencicipi masakan dengan ketentuan menjaganya jangan sampai masuk ke dalam
tenggorokan dan kembali mengeluarkannya. Hal ini berdasarkan perkataan ‘Abdullah bin
‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang mempunyai hukum marfu’ dengan sanad yang hasan dari
seluruh jalan-jalannya :
“Tidak apa-apa bagi orang yang berpuasa mencicipi cuka atau sesuatu yang ia ingin beli
sepanjang tidak masuk ke dalam tenggorokannya.”
Boleh bersuntik dengan apa saja yang tidak mengandung makna makanan dan minuman
seperti suntikan vitamin, suntikan kekuatan, infus, dan lain-lainnya.
Hal ini boleh karena tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa hal tersebut membatalkan
puasa.
7. Hal-Hal Yang Makruh Bagi Orang Yang Berpuasa
Berbekam (mengeluarkan darah kotor dari kepala dan anggota tubuh lainnya) adalah makruh
karena bisa mengakibatkan tubuh menjadi lemas dan menyeret orang berbekam untuk
berbuka. Demikian pula halnya yang semakna dengan ini adalah memberikan donor darah.
Hukum ini merupakan bentuk kompromi dari dua hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam, yaitu antara hadits mutawatir yang di dalamnya beliau menyatakan :
“Telah berbuka orang yang berbekam dan orang yang membekamnya.”
Dan hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma riwayat Al-Bukhary :
v1i "
“Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam berbekam dan beliau dalam keadaan berpuasa.”
Memeluk dan mencium istrinya hingga membangkitkan syahwatnya.
Hal tersebut berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Abu Daud dengan
sanad yang shahih, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam berkata :
“Sesungguhnya seseorang lelaki bertanya kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa
sallam tentang berpelukan/bersentuhan bagi orang yang berpuasa maka beliau memberikan
keringanan kepadanya (untuk melakukan hal tersebut) dan datang laki-laki lain bertanya
kepadanya dan beliaupun melarangnya (untuk melakukan hal tersebut), ternyata orang yang
diberikan keringanan padanya adalah orang yang sudah tua dan yang dilarang adalah
seseorang yang masih muda.”
Menyambung puasa dari maghrib sampai waktu sahur (puasa wishol)
Hal ini berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhary.
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
Majalah An-Nashihah Vol. 7 (1425/2008) 7
“Janganlah kalian puasa wishol, siapa yang menyambung maka sambunglah sampai waktu
sahur.”
8. Pembatal-Pembatal Puasa.
Makan dan minum dengan sengaja merupakan pembatal puasa, adapun kalau seseorang
melakukannya dengan tidak sengaja atau lupa, tidaklah membatalkan puasanya.
Hal ini adalah perkara diketahui secara darurat dan dimaklumi oleh seluruh kaum muslimin
berdasarkan dalil yang sangat banyak. Di antaranya adalah ayat dalam surah Al-Baqaroh
ayat 187 :
“Dan makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam
yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.”
Dan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhary dan Muslim, Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menegaskan :
“Setiap amalan Anak Adam kebaikannya dilipatgandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus
kali lipat. Allah Ta’ala berfirman : “Kecuali puasa, sesungguhnya ia adalah (khusus) bagi-Ku
dan Aku yang akan memberikan pahalanya, ia (orang yang berpuasa) meninggalkan
syahwatnya dan makanannya karena Aku.” (Lafazh hadits bagi Imam Muslim)
Dan juga hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhary dan Muslim, Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
“Siapa saja yang lupa dan ia dalam keadaan berpuasa lalu ia makan dan minum, maka
hendaknyalah ia sempurnakan puasanya karena sesungguhnya ia hanyalah diberi makan dan
minum oleh Allah.”
Pemahaman dari hadits ini bahwa siapa yang makan dan minum dengan sengaja maka
batallah puasanya.
Suntikan–suntikan penambah kekuatan berupa vitamin dan yang sejenisnya yang masuk
dalam makna makan dan minum.
Menelan darah mimisan dan darah yang keluar dari bibir juga merupakan pembatal puasa.
Dua point di atas berdasarkan keumuman nash-nash yang tersebut di atas.
Muntah dengan sengaja juga membatalkan puasa, adapun kalau muntah dengan tidak sengaja
tidak membatalkan.
Hal ini berdasarkan perkataan Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang mempunyai
hukum marfu’, beliau berkata :
“Siapa yang sengaja muntah dan ia dalam keadaan berpuasa maka wajib atasnya untuk
membayar qodho` dan siapa yang tidak kuasai menahan muntahnya (muntah denga tidak
sengaja,-pent.) maka tidak ada qodho` atasnya.” (Diriwayatkan oleh Imam Malik dengan
sanad yang shohih)
Haid dan nifas.
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha riwayat Al-Bukhary dan Muslim, beliau
menyatakan :
!
“Adalah hal tersebut (haid,-pent.) menimpa kami dan kami diperintah untuk meng-qodho`
puasa dan tidak diperintah untuk meng-qodho` sholat.”
Majalah An-Nashihah Vol. 7 (1425/2008) 8
Bersetubuh.
Dalilnya akan disebutkan kemudian insya Allah.
9. Berbuka Puasa.
Waktu berbuka puasa adalah ketika siang beranjak pergi dan matahari telah terbenam dan
malampun menyelubunginya. Hal ini berdasarkan firman Allah Jalla Jalaluhu : dalam
“Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.” (QS. Al-Baqaroh ayat 187)
Dan diantara sekian banyak hadits yang menjelaskan tentang hal ini, adalah hadits Umar bin
Khaththab riwayat Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
“Apabila malam telah datang dan siang beranjak pergi serta matahari telah terbenam maka
orang yang berpuasa telah waktunya berbuka.”
Disunnahkan mempercepat berbuka puasa ketika telah yakin bahwa waktunya telah masuk,
karena manusia akan tetap berada di dalam kebaikan selama mereka mempercepat berbuka
puasa sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits
Sahl bin Sa’d As-Sa’idy Radhiyallahu 'anhu riwayat Al-Bukhari dan Muslim :
“Terus-menerus manusia berada di dalam kebaikan selama mereka mempercepat berbuka
puasa.”
Bahkan Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam menganggap mempercepat berbuka puasa
sebagai salah satu sebab tetap nampaknya agama ini, sebagaimana dalam hadits Abu
Hurairah Radhiyallahu 'anhu riwayat Ahmad, Abu Daud dan lain-lainnya dengan sanad yang
hasan, beliau menegaskan :
“Terus-menerus agama ini akan nampak sepanjang manusia masih mempercepat buka
puasa karena orang-orang Yahudi dan Nashoro mengakhirkannya.”
Dan Nabi Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam berbuka puasa sebelum sholat Maghrib
dengan memakan ruthob (kurma kuning yang mengkal dan hampir matang) dan apabila beliau
tidak menemukan ruthob maka beliau berbuka dengan korma (matang) jika tidak menemukan
korma maka beliau berbuka dengan beberapa teguk air.
Hal ini berdasarkan hadits Anas bin Malik riwayat Abu Dawud dengan sanad hasan Rasulullah
Shollallahu 'alaihi wa sallam beliau berkata :
“Adalah Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam berbuka dengan beberapa biji
ruthob sebelum sholat, apabila tidak ada ruthob maka dengan beberapa korma,dan kalau
tidak ada korma maka dengan beberapa teguk air.
Dan disunahkan memperbanyak do’a ketika berbuka, karena waktu itu merupakan salah satu
tempat mustajabnya (diterimanya) do’a sebagaimana dalam hadits yang shohih dari seluruh
jalan-jalannya.
Merupakan suatu amalan yang sangat mulia dan mendapatkan pahala yang besar apabila
seseorang memberikan makanan buka puasa pada saudaranya yang berpuasa.
Hal ini berdasarkan hadits Zaid bin Khalid Al-Juhany Radhiyallahu 'Anhu riwayat Ahmad, At-
Tirmidzy, Ibnu Majah dan lain-lainnya dengan sanad yang shohih Rasulullah Shollallahu 'alaihi
wa 'ala alihi wa sallam bersabda :
Majalah An-Nashihah Vol. 7 (1425/2008) 9
“Siapa yang memberikan makanan buka puasa pada orang yang berpuasa maka baginya
pahala seperti pahala orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang
berpuasa sedikitpun.”
10. Orang–Orang Yang Mendapatkan Keringanan Untuk Tidak Berpuasa
Musafir
Secara umum Allah Ta’ala memberikan keringanan kepada musafir yang sedang dalam
perjalanan untuk tidak berpuasa.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam surah Al-Baqaroh ayat 184 :
+
“Maka barang siapa di antara kalian yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka)
maka (wajib baginya untuk berpuasa) sebanyak hari yang dia tinggalkan itu pada hari-hari
yang lain.”
Dan suatu hal yang kita ketahui bersama bahwa perjalanan safar kadang merupakan
perjalanan meletihkan dan kadang perjalanan yang tidak meletihkan. Adapun perjalanan yang
meletihkan, yang paling utama bagi sang musafir adalah berbuka berdasarkan hadits Jabir bin
Abdillah Radhiyallahu 'anhuma riwayat Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa
sallam bersabda :
“Adalah Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam dalam perjalanannya dan beliau
melihat seorang lelaki telah dikelilingi oleh manusia dan sungguh ia telah diteduhi, maka
beliau bertanya :”Ada apa dengannya?” maka para sahabat menjawab :”Ia adalah orang yang
berpuasa,” maka Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda : “Bukanlah
dari kebaikan berpuasa dalam safar”
Kendati demikian, hadits ini tidaklah menunjukkan haramnya berpuasa dalam perjalanan yang
meletihkan karena ada pembolehan dalam syari'at bagi orang yang mampu untuk berpuasa
walaupun dalam perjalanan yang meletihkan.
Hal ini berdasarkan hadits riwayat Malik, Asy-Syafi'I, Ahmad, Abu Daud dan lain-lainnya
dengan sanad yang shohih dari sebagian sahabat Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa
sallam, beliau berkata :
“Saya melihat Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam memerintahkan manusia
untuk berbuka dalam suatu perjalanan safar beliau pada tahun penaklukan Makkah dan beliau
berkata :“Persiapkanlah kekuatan kalian untuk menghadapi musuh kalian”, dan Rasulullah
Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam sendiri berpuasa. Berkata Abu Bakar (bin
'Abdurrahman rawi dari sahabat) sahabat yang bercerita kepadaku bertutur : ”Sesungguhnya
saya melihat Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam di ‘Araj menuangkan air
diatas kepalanya dan beliau dalam keadaan berpuasa karena kehausan atau karena
kepanasan.”
Dan juga dalam hadits Abu Darda’ riwayat Al-Bukhary dan Muslim beliau berkata :
“Kami keluar bersama Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam di bulan Ramadhan
dalam cuaca yang sangat panas sampai-sampai salah seorang diantara kami meletakkan
tangannya diatas kepalanya karena panas yang sangat dan tak ada seorangpun yang berpuasa
diantara kami kecuali Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam dan Abdullah bin
Rawahah.”
Majalah An-Nashihah Vol. 7 (1425/2008) 10
Adapun dalam perjalanan yang tidak meletihkan maka berpuasa lebih utama baginya dari berbuka
menurut pendapat yang paling kuat diantara para ulama. Kesimpulan ini bisa dipahami dari puasa
Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam dalam perjalanan yang meletihkan pada
hadits-hadits di atas. Juga dimaklumi bahwa menjalankan kewajiban secepat mungkin adalah
lebih bagus untukmengangkat kewajibannya, karena itulah dalam posisi perjalanan yang tidak
meletihkan lebih afdhol baginya untuk berpuasa.
Orang yang sakit.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala dalam surat Al-Baqaroh ayat 184 :
“Maka barang siapa di antara kalian yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka)
maka (wajib baginya untuk berpuasa) sebanyak hari yang dia tinggalkan itu pada hari-hari
yang lain.”
Wanita haid atau nifas
Berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-Khudry riwayat Al-Bukhary dan Muslim Rasulullah Shollallahu
'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda :
“Bukankah wanita apabila haid ia tidak sholat dan tidak puasa.”
Dan wanita yang nifas didalam pandangan syari’at islam hukumnya sama dengan wanita haid,
hal ini berdasarkan hadits Ummi Salamah Radhiyallahu 'Anha riwayat Imam Al-Bukhary :
“Tatkala saya berbaring bersama Nabi Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam di dalam
sebuah baju maka tiba-tiba saya haid maka sayapun pergi lalu saya mengambil pakaian
haidku maka beliau bersabda: "apakah kamu nifas," maka saya menjawab : "Ya." Lalu
beliau memanggilku lalu sayapun berbaring bersamanya diatas permadani.”
Pertanyaan beliau : "Apakah kamu nifas" padahal Ummu Salamah ketika itu menjalani haid
bukan nifas sebab tidak pernah melahirkan anak dari Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi
wa sallam menunjukkan bahwa haid dianggap nifas dari sisi hukum dan demikian pula
sebaliknya.
Laki-laki dan wanita tua yang tidak mampu berpuasa
Wanita hamil dan menyusui khawatir akan memberikan dampak negatif kepada
kandungannya, anak yang dalam susuannya atau dirinya sendiri apabila ia berpuasa.
Dua point diatas berdasarkan hadits Ibnu 'Abbas riwayat Ibnu Jarud dalam Al-Muntaqo dan
lain-lainnya dengan sanad yang shohih menjelaskan firman Allah Ta’ala dalam surat Al-
Baqarah 184.
“Diberikan keringanan bagi laki-laki dan wanita tua untuk hal itu (yaitu untuk tidak
berpuasa,-pent) sementara/walaupun keduanya mampu untuk berpuasa, (diberikan
keringanan) untuk berbuka apabila mereka berdua ingin atau memberi makan satu orang
miskin setiap hari dan tidak ada qodho’ atas mereka berdua, kemudian hal tersebut dinaskh
(dihapus hukumnya) dalam ayat ini {barangsiapa diantara kalian menyaksikan bulan
(Ramadhan) maka hendaknya ia berpuasa} dan kemudian hukumnya ditetapkan bagi lakilaki
dan wanita tua yang tidak mampu untuk berpuasa dan juga bagi wanita hamil dan
menyusui apabila keduanya khawatir (akan membahayakan kandungannya, anak yang ia
Majalah An-Nashihah Vol. 7 (1425/2008) 11
susui, atau dirinya sendiri,-pent), boleh untuk berbuka dan keduanya membayar fidyah
setiap hari.” (Lafadz hadits oleh Ibnul Jarud)
11. Meng-qodho` (mengganti) Puasa.
Diwajibkan meng-qodho` puasa atas beberapa orang :
1. Musafir.
2. Orang Sakit yang Diharapkan Bisa Sembuh.
Yaitu sakit yang menurut para ahli kesehatan atau menurut kebiasaan merupakan penyakit
yang bisa disembuhkan.
Dua point di atas berdasarkan firman Allah Ta’ala :
“Maka barang siapa di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada
hari-hari yang lain.”
3. Wanita yang Menangguhkan Puasa Karena Haid dan Nifas
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha riwayat Al-Bukhary dan Muslim,
beliau menyatakan :
!
“Adalah hal tersebut (haid,-pent.) menimpa kami dan kami diperintah untuk meng-qodho`
puasa dan tidak diperintah untuk meng-qodho` sholat.”
Adapun wanita yang nifas dalam pandangan syari’at Islam hukumnya sama dengan wanita
haidh sebagaimana yang telah dijelaskan.
4. Muntah dengan Sengaja
Hal ini berdasarkan perkataan Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang mempunyai
hukum marfu’, beliau berkata :
“Siapa yang sengaja muntah dan ia dalam keadaan berpuasa maka wajib atasnya untuk
membayar qodho` dan siapa yang tidak kuasa menahan muntahnya (muntah dengan tidak
sengaja,-pent.) maka tidak ada qodho` atasnya.” (Diriwayatkan oleh Imam Malik dengan
sanad yang shohih)
5. Makan dan Minum Dengan Sengaja.
Orang yang tidak berpuasa karena ketinggalan berita bahwa Ramadhan telah masuk pada
hari yang ia tinggalkan.
Hal ini berdasarkan dalil akan wajibnya berpuasa bulan Ramadhan satu bulan penuh maka
jika ia luput sebagian dari bulan Ramadhan maka ia tidak dianggap berpuasa satu bulan
penuh.1
Tidak ada qodho` atas selain orang-orang tersebut diatas.
Waktu Untuk meng-qodho`
Waktu untuk meng-qodho` bisa dilakukan setelah Ramadhan sampai akhir bulan Sya’ban
sebagaimana yang dipahami dalam riwayat Al-Bukhary dan Muslim dari hadits ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha, beliau berkata :
“Kadang ada (tunggakan) puasa Ramadhan atasku, maka saya tidak dapat meng-qadho`nya
kecuali pada (bulan) Sya’ban lantaran sibuk (melayani) Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam.”
Dan ada keluasan didalam mengqodho’nya apakah dengan cara berturut-turut atau secara
terpisah.
Hal ini berdasarkan hukum umum dalam firman Allah Ta’ala :
1 Demikian pendapat yang dahulu kami anggap kuat . Kemudian belakangan ini kami memandang bahwa pendapat yang
kuat adalah tidak bisa di-qodho`. Uraiannya insya Allah akan kami tulis dalam rangkaian buku khusus berkaitan dengan
tuntunan lengkap dan mendetail seputar puasa. Wallahul Muwaffiq.
Majalah An-Nashihah Vol. 7 (1425/2008) 12
“Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang
lain.”
Firman-Nya “pada hari-hari yang lain” adalah umum, apakah dilakukan secara berturut-turut
atau secara terpisah.
Dan tentunya tidaklah diragukan bahwa mempercepat dalam meng-qodho` puasa adalah
perkara sangat yang afdhol (lebih utama).
Hal ini berdasarkan keumuman perintah Allah untuk bersegera dalam kebaikan yang
ditunjukkan oleh berbagai dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah, seperti firman Allah Ta’ala :
“Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang
lebih dahulu memperolehnya.” (QS. Al-Mukminun : 61)
Barangsiapa yang tidak meng-qodho` puasanya hingga masuknya bulan Ramadhan
berikutnya, padahal sebelumnya ada kemampuan dan kesempatan baginya untuk mengqodho`
puasanya, maka ia dianggap orang yang berdosa. Hal ini disimpulkan dari pernyataan
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata :
“Kadang ada (tunggakan) puasa Ramadhan atasku, maka saya tidak dapat meng-qodho`nya
kecuali pada (bulan) Sya’ban lantaran sibuk (melayani) Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam.”
Hal ini menunjukkan tidak bolehnya mengakhirkan qadho` puasa Ramadhan setelah Sya’ban,
sebab andaikata hal tersebut boleh, niscaya ‘Aisyah akan mengakhirkan qadho`nya setelah
Ramadhan karena mungkin saja dibulan Sya’ban beliau juga sibuk melayani Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Berangkat dari sini Imam empat dan jumhur ulama
salaf dan khalaf bahkan ada dinukil kesepakatan dikalangan ulama akan tidak bolehnya
mengakhirkan qodho` setelah Ramadhan.
Adapun jika seseorang tidak mampu sama sekali untuk meng-qodho` puasanya karena udzur
yang terus menerus menahannya seperti orang yang musafir terus menerus, perempuan yang
masa kehamilannya rapat/dekat dan lain-lainnya, maka tidak ada dosa baginya dan hendaklah
mengganti puasanya kapan ia mampu.
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-
Baqarah : 286)
Bagi orang yang meninggal dan belum meng-qodho` tunggakan puasanya pada bulan
Ramadhan padahal sebelumnya ada kemampuan baginya untuk meng-qodho` puasanya,
maka wajib atas ahli warisnya untuk membayar tunggakannya.
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha riwayat Al-Bukhary dan Muslim,
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
“Siapa yang meninggal dan atasnya ada tunggakan puasa, maka ahli warisnya berpuasa
untuknya.”
Adapun kalau meninggal sebelum ada kemampuan yang memungkinan baginya untuk mengqodho`
puasanya maka tidak ada dosa atasnya insya Allah dan juga tidak ada kewajiban atas
ahli warisnya untuk membayar tunggakannya.
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-
Baqarah : 286)
12. Ketentuan Membayar Fidyah.
Membayar fidyah diwajibkan atas beberapa orang:
1. Laki-laki dan perempuan tua yang tidak mampu berpuasa.
Majalah An-Nashihah Vol. 7 (1425/2008) 13
2. Perempuan hamil dan perempuan menyusui yang khawatir akan membahayakan
kandungannya, anak yang disusuinya, atau dirinya sendiri jika ia berpuasa.
Dua point diatas berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma riwayat Abu Daud,
Ibnu Jarud dalam Al-Muntaqo dan lain-lainnya dengan sanad yang shohih menjelaskan
firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Baqarah 184 :
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
untuk membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.”
Berkata Ibnu Abbas :
“Diberikan keringanan bagi laki-laki dan wanita tua dalam hal itu (yaitu untuk tidak
berpuasa,-pent.) sementara keduanya mampu untuk berpuasa, (diberikan keringanan)
untuk berbuka apabila mereka berdua ingin atau memberi makan satu orang miskin setiap
hari dan tidak ada qodho` atas mereka berdua, kemudian hal tersebut dinaskh (dihapus
hukumnya) dalam ayat ini {Barangsiapa diantara kalian menyaksikan bulan (Ramadhan)
maka hendaknya ia berpuasa}, dan (kemudian) ditetapkan hukumnya bagi laki-laki dan
wanita tua yang tidak mampu untuk berpuasa dan juga bagi wanita hamil dan menyusui
apabila keduanya khawatir (akan memberikan bahaya kepada kandungannya, anak yang ia
susui, atau dirinya sendiri,-pent.) boleh untuk berbuka dan keduanya membayar fidyah
setiap hari.” (Lafazh hadits oleh Ibnul Jarud)
3. Orang sakit terus menerus yang tidak diharapkan kesembuhannya.
Hal diatas berdasarkan riwayat lain dari Ibnu ‘Abbas oleh Imam An-Nasa`i dengan sanad
yang shahih dalam menafsirkan firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Baqarah 184 :
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.”
Berkata Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma :
“Tidak diberikan keringanan untuk ini (tidak berpuasa akan tetapi membayar fidyah)
kecuali pada orang tua yang tidak mampu untuk berpuasa atau pada orang sakit yang
tidak bisa sembuh.”
Cara membayar fidyah adalah dengan memberikan makan orang miskin sejumlah hari
yang telah ditinggalkan, contoh : apabila ia tidak berpuasa 15 hari maka ia memberi
makan 15 orang miskin.
Dan membayar fidyah boleh sekaligus dan boleh sebahagian secara terpisah.
Membayar fidyah berdasarkan konteks ayat adalah dengan makanan. Maka dengan ini
kami tegaskan bahwa fidyah tidak boleh diuangkan.
Teks ayat sifatnya umum tidak merinci ketentuan tentang jenis makanan. Jadi kapan suatu
makanan dianggap sebagai makanan menurut kebiasaan manusia di suatu tempat maka
hal tersebut telah dianggap syah/cukup untuk membayar fidyah.
Dan banyaknya makanan juga tidak dirinci dalam teks ayat sehingga ini juga kembali
kepada kebiasaan orang banyak di suatu tempat atau negeri.
Namun tidak diragukan akan terpujinya membayar fidyah dengan makanan yang paling
baik dan berharga, berdasarkan firman Allah Jalla wa ‘Azza :
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal
Majalah An-Nashihah Vol. 7 (1425/2008) 14
kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya.
Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
13. Membayar Kaffarah.
Kaffarah adalah denda yang dikenakan atas seseorang dengan tiga syarat pelanggaran:
1. Melakukan hubungan suami istri.
2. Melakukannya di siang hari Ramadhan.
Adapun jika ia melakukannya di malam hari atau di luar bulan Ramadhan, seperti pada
saat ia membayar tunggakan puasa Ramadhannya, maka tidaklah dikenakan atasnya
kaffarah.
3. Dalam keadaan berpuasa.
Adapun jika ia melakukan di bulan Ramadhan dan ia dalam keadaan tidak berpuasa seperti
seorang yang kembali dari perjalanan dalam keadaan tidak berpuasa lalu mendapati
istrinya usai mandi suci dari haidh kemudian keduanya melakukan hubungan maka
keadaan seperti ini tidak dikenakan kaffarah.
Dan menurut pendapat yang paling kuat dikalangan para ulama bahwa dikenakan kaffarah
atas sang istri jika ia mengaja atau taat pada suaminya dengan kemauannya sendiri untuk
melakukan hubungan intim.
Seseorang membayar kaffarah adalah dengan memilih salah satu dari tiga jenis kaffarah
berikut ini secara berurut sesuai kemampuannya :
1. Membebaskan budak. Tidak ada perbedaaan antara budak kafir dengan budak muslim
menurut pendapat yang paling kuat.
2. Berpuasa dua bulan berturut-turut tanpa terputus. Dan jumhur ulama mensyaratkan agar
dua bulan ini jangan terputus dengan bulan Ramadhan dan hari-hari yang terlarang
berpuasa padanya yaitu hari ‘Idul Fitri, ‘Idul Adha dan hari-hari tasyriq. Dan apabila ia
berpuasa kurang dari dua bulan maka belumlah dianggap membayar kaffarah.
3. Memberi makan 60 orang miskin dengan sesuatu yang dianggap makanan dalam
kebiasaan kebanyakan manusia. Kadar makanan untuk setiap orang miskin sebanyak satu
mud yaitu sebanyak dua telapak tangan orang biasa.
Tidak syah membayar kaffarah dengan selain dari tiga jenis di atas.
Apabila tidak ada kemampuan untuk membayar dari salah satu dari tiga jenis di atas maka
kewajiban membayar kaffarah tersebut tetap berada di atas pundaknya sampai ia mempunyai
kemampuan untuk membayarnya.
Seluruh keterangan di atas dipetik dari makna yang tersurat maupun tersirat dari kandungan
hadits Abu Hurairah riwayat Al-Bukhary dan Muslim :
“Seorang lelaki datang kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam lalu berkata : “Saya
telah binasa wahai Rasulullah, beliau berkata : “Apakah yang membuatmu binasa,? ia berkata :
“Saya telah menggauli (hubungan intim dengan) istriku dalam (bulan) Ramadhan {padahal saya
sedang berpuasa}2.” Maka beliau bersabda : “Apakah engkau mampu membebaskan budak ?” , ia
berkata : “Tidak.”, beliau bertanya : “Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut ?”,
ia berkata : “Tidak.”, beliau bertanya : “Apakah kamu mampu untuk memberi makan enam puluh
orang miskin ?” ia berkata : “Tidak.” Lalu iapun duduk. Kemudian dibawakan kepada Nabi
shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam satu ‘araq (tempat yang sekurang-kurangnya dapat
memuat 60 mud,-pent.) berisi korma, maka beliau berkata kepadanya : “Bershadaqahlah engkau
dengan ini.”, ia berkata : “(Apakah) diberikan kepada orang lebih fakir dari kami?, tidak ada
antara dua bukit Madinah keluarga yang lebih fakir dari kami.” Maka tertawalah Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam hingga nampak gigi taring beliau kemudian beliau
berkata : “Pergilah dan beri makan keluargamu dengannya.”
2 Tambahan dalam riwayat Al-Bukhary.
Majalah An-Nashihah Vol. 7 (1425/2008) 15
14. Beberapa Kesalahan Dalam Pelaksanaan Puasa Ramadhan.
Menentukan masuknya bulan Ramadhan dengan menggunakan ilmu falak atau ilmu hisab.
Hal ini tentunya merupakan kesalahan yang sangat besar dan bertolak belakang dengan Al-
Qur`an dan Sunnah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam.
Allah ‘Azza wa Jalla menegaskan dalam surat Al-Baqaroh ayat 185 :
“Maka barangsiapa dari kalian yang menyaksikan bulan, hendaknya ia berpuasa.”
Dan juga dari hadits Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma riwayat Al-Bukhary dan Muslim
dan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma riwayat Al-Bukhary dan Muslim, Nabi
shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam :
“Berpuasalah kalian karena melihatnya dan berbukalah kalian karena melihatnya dan apabila
bulan tertutup atas kalian maka sempurnakanlah tiga puluh.”
Dalam ayat dan hadits di atas sangatlah jelas menunjukkan bahwa masuknya Ramadhan
terkait dengan melihat atau menyaksikan hilal dan tidak dikaitkan dengan menghitung,
menghisab dan yang lainnya.
Mempercepat makan sahur
Hal ini tentunya bertentangan dengan sunnah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa
sallam yang beliau mengakhirkan sahurnya sebagaimana yang telah berlalu penjelasannya.
Menjadikan tanda imsak sebagai batasan waktu sahur
Sering terdengar di bulan Ramadhan tanda-tanda imsak seperti suara sirine, suara rekaman
ayam berkokok, suara beduk dan lain-lainnya, yang diperdengarkan sekitar seperempat jam
sebelum adzan. Tentunya hal ini merupakan kesalahan yang sangat besar dan bid’ah sesat
lagi bertolak belakang dengan tuntunan Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wa ‘ala alihi wa sallam yang mulia.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan dalam surah Al-Baqaroh ayat 187 :
“Dan makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam
yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.”
Dan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menyatakan dalam hadits Abdullah bin
‘Umar riwayat Al-Bukhary dan Muslim :
“Sesungguhnya Bilal adzan pada malam hari, maka makan dan minumlah sampai kalian
mendengar seruan adzan Ibnu Ummi Maktum.”
Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa batasan dan akhir makan sahur adalah adzan
kedua yaitu adzan untuk sholat subuh. Inilah seharusnya yang dipegang oleh kaum muslimin
yaitu menjadikan waktu adzan subuh sebagai batasan terakhir makan sahur dan
meninggalkan tanda imsak yang tidak pernah dikenal oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam dan para sahabatnya.
Melafadzkan niat puasa ketika makan sahur
Dan in juga merupakan perkara yang salah karena waktu niat tidak dikhususkan pada makan
sahur saja, bahkan bermula dari terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar sebagaimana
yang telah kami jelaskan. Dan melafadzkan niat juga perkara baru dalam agama ini yang tidak
pernah dicontohkan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan para
sahabatnya.
Meninggalkan berkumur dan menghirup air ketika berwudhu`
Ini juga merupakan kesalahan yang banyak terjadi di kalangan kaum muslimin. Mereka
menganggap bahwa berkumur-kumur dan menghirup air merupakan pembatal puasa padahal
berkumur-kumur dan menghirup air merupakan perkara yang disunnahkan dalam syari’at
Islam sebagaimana yang telah dijelaskan.
Anggapan tidak bolehnya menelan ludah
Hal ini juga kadang kita dapati pada kaum muslimin sehingga kita kadang mendapati
sebahagian kaum muslimin yang banyak meludah pada saat puasa. Tidakkah diragukan bahwa
Majalah An-Nashihah Vol. 7 (1425/2008) 16
hal ini merupakan sikap berlebihan dan memberatkan diri tanpa dilandasi dengan tuntunan
yang benar dalam syari’at Islam.
Mengakhirkan buka puasa
Ini juga kesalahan yang banyak terjadi di kalangan kaum muslimin padahal tuntunan
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam sangatlah jelas akan sunnahnya
mempercepat buka puasa sebagaimana yang telah kami jelaskan.
Menghabiskan waktu di bulan ramadhan untuk perkara yang sia-sia dan tidak bermanfaat.
Perasaan ragu mencicipi makanan, padahal hal tersebut adalah boleh sepanjang menjaga
jangan sampai menelan makanan tersebut sebagaimana terdahulu keterangannya.
Menyibukkan diri dengan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga sehingga melalaikannya dari
ibadah di bulan Ramadhan khususnya pada sepuluh hari terakhir.
Membayar fidyah sebelum meninggalkan puasanya. Seperti wanita hamil 6 bulan yang tidak
akan berpuasa di bulan Ramadhan, lalu ia membayar fidyah untuk 30 hari sebelum Ramadhan
atau di awal Ramadhan. Tentunya ini adalah perkara yang salah karena kewajiban membayar
fidyah dibebankan atasnya apabila ia telah meninggalkan puasa.
Demikian tuntunan ringkas ini, mudah-mudahan bisa menjadi bekal untuk kita semua dalam
menjalani ibadah puasa Ramadhan yang agung dan mulia. Wallahu Ta’ala A’lam.
Sabtu, 23 Juni 2012
DAFTAR CALON SISWA BARU SMKN TAPANGO
DAFTAR CALON SISWA BARU YANG DINYATAKAN LULUS SELEKSI
SMK NEGERI TAPANGO 2012-2013
JURUSAN PERTANIAN
NO NAMA ASAL SEKOLAH ALAMAT
1 AMINUDDIN SMPN RAPPANG RAPPANG
2 ASWAR ANAS SMPN 4 WONOMULYO LAKEJO
3 ABD. RAHMAN SMPN 4 WONOMULYO LAKEJO
4 MUH. ICHSAN GAZALISMPN 4 WONOMULYO LAKEJO
5 LILI WAHYUNI SMPN 4 WONOMULYO BANATO REJO
6 ELVI SALEHA SMPN 4 WONOMULYO BANATO REJO
7 FITRIANI SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
8 IRMA AYU LESTARISMPN 4 WONOMULYO BANATO REJO
9 ELIS KRISTIANI SMPN 4 WONOMULYO BANATO REJO
10 MUSIANI SMPN 6 WONOMULYO CAPPEGHO
11 ABD. WAHAB SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
12 NIPTA YULINDA SMPN 4 WONOMULYO BANATO REJO
13 NURANISA SMPN 4 WONOMULYO BANATO REJO
14 YAHYA SMPN 4 WONOMULYO KAHULUAN
15 HASRIANI SMPN 1 MATAKALI MAKKOMBONG
16 SYAMSUL AFDAL SMPN 4 TUTAR LAPEJANG
17 ARPA SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
18 HASBIANA SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
19 ST. MASITA SMP TERBUKA 2 WONOMULYO TAPANGO
20 ASLIANA SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
21 IRWANSYAH SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
22 MIRDAYANTI MTS. MAS'UDIYAH DAKKA
23 RISKA MTS. MAS'UDIYAH DAKKA
24 SUCI RAHAYU NINGSIHMTS. MAS'UDIYAH SUMBERJO
25 RISKA WULANDARI MTS. MAS'UDIYAH SUMBERJO
26 JEFRI SMPN 4 WONOMULYO PELITAKAN
27 YEYEN SMPN 3 TAPANGO KALIMBUA
28 NURMIATI SMPN 4 WONOMULYO PELITAKAN
29 PURNAMA SMPN 4 WONOMULYO PELITAKAN
30 SANGNGING SMPN 4 WONOMULYO KAHULUAN
31 JUMURIA SMPN RAPPANG PUSSEPANG
32 HARIANI SMPN 3 TAPANGO KALIMBUA
33 ASLANG SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
34 DESI LORENZA SMPN 4 WONOMULYO SALUPAKU
35 SARDILLA MTS. AS'ADIYAH RISO
36 SAMSIR SMPN RAPPANG RAPPANG
37 INDRA SMPN 3 TAPANGO RISO
38 NURFADILLAH SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
39 HARDIANA SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
40 SUKRI SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
41 SAMARUDDIN SMPN RAPPANG JAMBUMALEA
42 SULERA SMPN 3 TAPANGO RISO
43 ROSMAENI SMPN 3 TAPANGO RISO
44 IRMAWATI SMPN 3 TAPANGO RISO
45 SYARIFUDDIN
46 MUSRIANI
47 DEWI YANTI SMPN 4 WONOMULYO MALLA
48 NISWAN SMPN 3 TAPANGO SUMBERJO
49 FINURI EVAYANTI SMPN 2 WONOMULYO SUMBERJO
50 FITRIANI SMPN 7 CAMPALAGIAN SURUANG
51 WIWIN AYUNINGSIHSMPN 4 WONOMULYO BANATO REJO
52 DEWI HASTIKA SMPN 5 WONOMULYO PUSSEPANG
53 NUR AMALIA SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
54 RAPIA SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
55 HIJRANA SMPN 4 WONOMULYO RISO
56 PRODEKA LESTARI SMPN 4 WONOMULYO SALU PAKU
57 SULERA SMPN 3 TAPANGO RISO
58 ROSMAENI SMPN 3 TAPANGO RISO
59 IRMAWATI SMPN 3 TAPANGO RISO
60 IDA AYU SAFITRI SMPN 4 WONOMULYO BANATO REJO
61 NURSAIDA SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
62 RAMLAH SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO BARAT
Tapango, 23 Juni 2012
Panitia Pelaksana
Mengetahui,
Kepala
HIKMA IRMAWATI, ST.
NIP. 19820716 200903 2 009
Drs. MUH. SADJIR, M.Pd.
NIP. 19630101 198703 1 042
DAFTAR CALON SISWA BARU YANG DINYATAKAN LULUS SELEKSI
SMK NEGERI TAPANGO 2012-2013
JURUSAN AUTOMOTIF
NO NAMA ASAL SEKOLAH ALAMAT
1 ARIF SANDI SMPN 4 WONOMULYO CAPPEGHO
2 KHOIRUL MUKMIN MTS. BAITURRAHMAN CAPPEGHO
3 ALVIAN SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
4 ANTON SMPN 4 WONOMULYO KATAPANG
5 MULIADI SMPN 4 WONOMULYO LAKEJO
6 AMIR ZAM SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
7 HAMKA SMPN 4 WONOMULYO MAKKOMBONG
8 M. SUBRI SMPN 4 WONOMULYO PELITAKAN
9 ALIMUDDIN SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
10 MASDAR SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
11 ARINALDI SMPN 4 WONOMULYO BANATO REJO
12 HERIYADI YAHYA SMPN 4 WONOMULYO PELITAKAN
13 MUHAMMAD ARISAL SMPN 4 WONOMULYO PELITAKAN
14 MUH. ANDI SAMBOGOSMPN 4 WONOMULYO BANATO REJO
15 MUH NASBULLAH SMPN 2 RIO PAKAVA BANATO REJO
16 HIDAYAT MTS. DDI LOMBONG CAPPEGHO
17 RAHIMIN SMPN 1 BATU SIMBALATU
18 SUPRIADI C SMPN 3 TAPANGO KALIMBUA
19 SUPRIADI A SMPN 3 TAPANGO KALIMBUA
20 AINUL HAKIM SMPN 1 BATU FALATTA
21 MUH. HAMKA SMPN 1 BATU SIMBALATU
22 FAISAL SMPN 3 TAPANGO KALIMBUA
23 MUH. IRFAN SMPN 1 BATU SIMBALATU
24 SYAHRIL SMPN 4 WONOMULYO MALLA
25 IRWANDI ANSIS SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
26 BAHTIAR SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
27 ANDI SAPUTRA SMPN 4 WONOMULYO BANATO REJO
28 JASMAN SMP 4 TUTAR BUNU
29 ABDULLAH SMPN 4 WONOMULYO JAMBUMALEA
30 MUH. ARMAN SMPN 4 WONOMULYO SIMBALATU
31 ADAM MTS. AL-MUHAJRIN TAPANGO
32 MASDAR HERIANTO SMPN 4 WONOMULYO CAPPEGHO
33 ABDULLAH SYAM SMPN 1 BATU WONOSARI
34 UNTUNG RIANTO SMPN 1 TOMMO CAPPEGHO
35 HENGKY SUSANTO SMPN 1 TOMMO CAPPEGHO
36 TANDI TANDAO SMPN 3 TAPANGO RAKASANG
37 SAHRIL SUSANTO MTS AS-SHAHHIN TAPANGO
38 IRFAN SMPN 4 WONOMULYO SIMBANG
39 ARHAM T SMPN 1 BATU FALATTA
Tapango, 23 Juni 2012
Panitia Pelaksana
Mengetahui,
Kepala
HIKMA IRMAWATI, ST.
NIP. 19820716 200903 2 009
Drs. MUH. SADJIR, M.Pd.
NIP. 19630101 198703 1 042
DAFTAR CALON SISWA BARU YANG DINYATAKAN LULUS SELEKSI
SMK NEGERI TAPANGO 2012-2013
JURUSAN ELEKTRONIKA
NO NAMA ASAL SEKOLAH ALAMAT
1 SYAMSUL ALAM SMPN 1 BATU FALATTA
2 MASDAR IBRAHIM SMPN 4 WONOMULYO DAKKA
3 MINCE SAMBO SMPN 4 WONOMULYO SALU PAKU
4 LISA TRISUSILA SMPN 1 BATU MAMBU
5 PETRA SMPN 4 WONOMULYO SALU PAKU
6 NURLIA SMPN 3 TAPANGO BANATO REJO
7 DEDI GONARSO SMP TERBUKA 2 MASAMBA
8 SYARIFUDDIN SMPN 1 BATU SIMBALATU
9 MUH. ISMAIL ALI SMPN 4 WONOMULYO PELITAKAN
10 MUSLIM SMPN 1 BATU FALATTA
11 ASRUL GUNAWAN SMPN 3 TAPANGO KALIMBUA
12 M. ARHAM SMPN 1 BATU FALATTA
13 IRWAN SIMUK MTS HUSNUL FATIMAH TUTAR
14 SAHABUDDIN SIMUK MTS HUSNUL FATIMAH TUTAR
15 ARDIANSYAH SMPN 1 MATAKALI MAKKOMBONG
16 AHMAD RIFAI SMPN 4 WONOMULYO MAKKOMBONG
17 SAMARUDDIN SMPN 1 MATAKALI SEPPONG
18 ABD. HASYIM SMPN 1 BATU FALATTA
19 M. YUZRIL IHZA MAHENDRA SMPN 2 WONOMULYO PELITAKAN
20 IRMAYANTI SMPN 4 WONOMULYO MAKKOMBONG
21 RISKA WULAN SUCI SMPN 4 WONOMULYO PELITAKAN
22 RISNAH SMPN 1 MATAKALI MAKKOMBONG
23 YUSTIN SMPN 1 MATAKALI SALU PAKU
24 NITA AYU LESTARI SMPN 4 WONOMULYO BANATO REJO
25 ROFIATUL JANNAH SMPN 2 WONOMULYO SUMBERJO
26 MARDIANA SMPN 4 WONOMULYO BULUNG
27 M. IDHAM SMPN 1 MATAKALI MAKKOMBONG
28 ISRAWATI SMPN 3 TAPANGO KALIMBUA
Tapango, 23 Juni 2012
Panitia Pelaksana
Mengetahui,
Kepala
HIKMA IRMAWATI, ST.
NIP. 19820716 200903 2 009
Drs. MUH. SADJIR, M.Pd.
NIP. 19630101 198703 1 042
DAFTAR CALON SISWA BARU YANG DINYATAKAN LULUS SELEKSI
SMK NEGERI TAPANGO 2012-2013
JURUSAN MULTIMEDIA
NO NAMA ASAL SEKOLAH ALAMAT
1 SANAWIA SMPN 4 WONOMULYO LIMBORO
2 MURNI SMPN 4 WONOMULYO LIMBORO
3 FATMAWATI SMPN 4 WONOMULYO LIMBORO
4 WASRIANI SMPN 4 WONOMULYO KAHULUAN
5 HAMZAH SMPN 4 WONOMULYO LIMBORO
6 ROSDIANA SMPN 4 WONOMULYO PEITAKAN
7 SUTA NINGSIH SMPN 4 WONOMULYO CAPPEGHO
8 JUMRIANA SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
9 FATMA SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO BARAT
10 TIKA LESTARI SMPN 6 WONOMULYO TANGNGA-TANGNGA
11 RUDI MUSTAMIN SMPN 4 WONOMULYO BANATO REJO
12 RIAN ARDIANTO SMPN 4 WONOMULYO BANATO REJO
13 ERWIN SYAPUTRA SMPN 4 WONOMULYO BANATO REJO
14 IBRAM MANAPPA SMPN 4 WONOMULYO BANATO REJO
15 INDAH LESTARI SMPN 4 WONOMULYO BANATO REJO
16 INDRI NUR IKA SARI SMPN 4 WONOMULYO PELITAKAN
17 HENDRIK SMP MAKARTI SALUPANGKANG RISO
18 RINA SANTIKA SMPN 4 WONOMULYO BANATO REJO
19 SUCI LESTARI SMPN 1 BATU WONO SARI
20 NURSYIFAH SMPN 1 MATAKALI MAKKOMBONG
21 RISWAN ISMAIL SMPN 4 WONOMULYO KAHULUAN
22 NURFATIMAH SMPN 1 BATU WONO SARI
23 ARHAM SMPN 5 WONOMULYO RISO
24 SAMSIR SMPN 3 TAPANGO RISO
25 LISMAWATI MTS DDI MANDING PELITAKAN
26 HUSNA SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
27 YUNI KARMILA SMPN 4 WONOMULYO PELITAKAN
28 FITRI NURHIDAYANTI SMPN 2 WONOMULYO SUMBERJO
29 YEYEN WULAN NINGSIH SMPN 2 WONOMULYO SUMBERJO
30 RINI MUSTIKA SARI SMPN 2 WONOMULYO SUMBERJO
31 LIS ANDRIANI SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
32 MUH. IQBAL SMPN 4 POLEWALI BATU
33 NURFITRIAH SMPN RAPPANG JAMBUMALEA
34 IRMAYANTI SMPN 3 TAPANGO KALIMBUA
35 MUH. TAHIR SMPN 3 TAPANGO KALIMBUA
36 PENDI PUTRAWAN SMPN 4 WONOMULYO BANATO REJO
37 BUDI IRWANTO SMPN 4 WONOMULYO ETAN ROWO
38 MUH. FERI SMPN 3 TAPANGO RISO
39 YULIANITA MTS UHAIDAO LAPEJANG
40 SUKMA MUSTIKA SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
41 MISBAH SMPN 3 TAPANGO KURRAK
42 NURBAYA SMPN 3 TAPANGO KURRAK
43 DEWI SARTIKA SMPN 4 WONOMULYO TAPANGO
44 SUHARTINI SMPN 1 BATU WONO SARI
45 SRI RETNO WULAN SMPN 1 BATU WONO SARI
Tapango, 23 Juni 2012
Panitia Pelaksana
Mengetahui,
Kepala HIKMA IRMAWATI, ST.
NIP. 19820716 200903 2 009
Drs. MUH. SADJIR, M.Pd.
NIP. 19630101 198703 1 042
Minggu, 17 Juni 2012
Rekomendasi ISO 9001:2008
Informasi ISO 9001:2008 SMK Negeri Tapango
Telah dilaksanakannnya program-program kegiatan dalam rangka mendapatkan sertifikat ISO 9001:2008 antara lain kegiatan pelatihan dan audit internal dan external yang dilaksanakan pada beberapa waktu yang lalu SMK Negeri Tapango menerima rekomendasi tentang ISO tersebut dan sembari menunggu keluarnya sertifikat ISO dari Global group. Berikut rekomendasi yang dikirim oleh pak Rahman Pannaco pada tanggal 16 Juni 2012. silahkan di download untuk teman-teman yang membutuhkan,
Sabtu, 26 Mei 2012
Telah diterima hasil Ujian Nasional SMK Negeri Tapango tahun pelajaran 2011/2012. dan diumumkan pada hari sabtu tanggal 26 Mei 2012 bertempat di SMK Negeri Tapango. Bagi yang berminat silahkan didownload file berikut untuk mengetahui hasilnya.
Kamis, 29 Maret 2012
Instrumen SMK-MAK
Bismillah, Pada pertemuan MGMP guru mata pelajaran Bahasa Inggris se Kab. Polewali mandar dihadiri oleh Bapak Drs. Muhdar,M.Si selaku pengawas Mata pelajaran Bahasa Inggris bertempat di SMK Negeri Tapango. Yang mana dalam pertemuan tersebut telah dibahas tentang kesepahaman pembuatan Perangkat pembelajaran terutama RPP (Lesson Plan. Maka pada kesempatan ini kami ingin berbagi kepada rekan yang belum mendapat soft coppy cecklist oleh pengawas untuk rpp. silahkan rekan download jika di butuhkan. Instrument ini di berikan oleh Bapak Drs. Dahlan P, MM. selaku pengawas sekolah beberapa waktu yang lalu ketika beliau berkunjung ke SMK Negeri tapango
Wirid-wirid Setelah Shalat Lima Waktu
Wirid-wirid Setelah Shalat Lima Waktu
Sabtu, 11-Desember-2010, Penulis: Buletin Islam AL ILMU Edisi: 1/I/IX/1432 H
Para pembaca semoga Allah menanamkan dalam hati kita kecintaan kepada kebaikan dan kebenaran. Diantara kebaikan yang mudah untuk kita amalkan adalah berdzikir setelah melaksanakan shalat wajib yang lima waktu. Dzikir (wirid) ini sangat penting karena diantara fungsinya adalah sebagai penyempurna dari kekurangan dalam shalat kita. Bahkan dzikir setelah shalat fardhu merupakan perintah langsung dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, walaupun dalam keadaan genting sekalipun seperti dalam keadaan perang. Sebagaimana firman-Nya:
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.” (An-Nisa’: 103)
Ayat tersebut terkait dengan kondisi perang, maka dalam kondisi aman tentu lebih memungkinkan untuk melaksanakan dzikir.
Para pembaca rahimakumullah, seorang muslim yang berdzikir setelah shalat hendaknya mencukupkan dengan dzikir-dzikir yang telah disyari’atkan dan dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam bukan dengan dzikir yang tidak dicontohkan oleh beliau, yang tidak disyari’atkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Dzikir-dzikir yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam berdasarkan hadits-hadits yang shahih adalah sebagai berikut:
1. Mengucapkan istighfar 3 kali:
أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ
Artinya: “Saya mohon ampun kepada Allah.”
Lalu mengucapkan:
اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ
Artinya: “Ya Allah Engkaulah As-Salam (Dzat yang selamat dari segala kekurangan) dan dari-Mu (diharapkan) keselamatan, Maha Suci Engkau Dzat Yang mempunyai keagungan dan kemuliaan.” (HR. Muslim no. 591)
2. Mengucapkan:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ ، وَلَهُ الْحَمْدُ ، وَهْوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ ، وَلاَ مُعْطِىَ لِمَا مَنَعْتَ ، وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
Artinya: “Tidak ada sesembahan yang haq (benar) diibadahi kecuali Allah satu-satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan milik-Nya pula segala puji, Dia Maha kuasa atas segala sesuatu.
Ya Allah tidak ada yang mampu mencegah terhadap apa yang Engkau berikan, dan ada yang mampu memberi terhadap apa telah Engkau mencegahnya, serta tidak bermanfaat disisi-Mu kekayaan orang yang kaya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
3. Mengucapkan:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Artinya: “Tidak ada sesembahan yang haq (benar) diibadahi kecuali Allah satu-satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan milik-Nya pula segala puji, Dia Maha kuasa atas segala sesuatu.
Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan kekuatan Allah, Tidak ada sesembahan yang haq (benar) diibadahi kecuali Allah dan kami tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Milik-Nya segala nikmat, keutamaan dan pujian yang baik. Tidak ada sesembahan yang haq (benar) diibadahi kecuali Allah dengan memurnikan agama hanya untuk-Nya, walaupun orang-orang kafir membencinya.” (HR. Muslim no. 594)
4. Mengucapkan Tasbih, Tahmid dan Takbir:
سُبحان الله
(Maha suci Allah) 33 kali,
الحمد لله
(Segala puji hanya milik Allah) 33 kali,
الله أكبر
(Allah Maha besar) 33 kali,
dan digenapkan menjadi seratus dengan mengucapkan:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: “Tidak ada sesembahan yang haq (benar) diibadahi kecuali Allah satu-satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan milik-Nya pula segala puji, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Tentang keutamaannya Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam bersabda:
« مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ فَتِلْكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ ».
“Barangsiapa bertasbih (mengucapkan سُبحان الله) 33 kali, bertahmid (mengucapkan الحمد لله) 33 kali, dan bertakbir (mengucapkan الله أكبر) 33 kali, itu semua berjumlah 99, kemudian sempurnanya 100 dengan mengucapkan:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
((Tidak ada sesembahan yang haq (benar) diibadahi kecuali Allah satu-satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan milik-Nya pula segala puji, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu)),
Niscaya akan diampuni dosa-dosanya, walaupun sebanyak buih di lautan.” (HR.Muslim no. 597)
Catatan: Cara menghitung Tasbih, Tahmid dan Takbir yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam adalah dengan jari-jemari. Sebagaimana telah dijelaskan oleh shahabat Yasiirah a. (Lihat Sunan Abu Daud no. 1501 dan Sunan At-Tirmidzi no. 3486)
5. Mengucapkan:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: “Tidak ada sesembahan yang haq (benar) diibadahi kecuali Allah satu-satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan milik-Nya pula segala puji, (Dialah Dzat) Yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa’i)
Dibaca 10 kali setelah Shalat Maghrib dan Shubuh.
Tentang keutamaannya Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang mengucapkan usai shalat Shubuh dalam keadaan melipat kedua kakinya sebelum berbicara
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
10 kali, maka dituliskan baginya 10 kebajikan, dihapus darinya 10 keburukan, dan diangkat baginya 10 derajat,serta harinya itu berada dalam lindungan dari semua yang tidak disenangi dan dijaga dari setan, juga dosa tidak akan mencapai (timbangan)nya pada hari itu selain dosa menyekutukan Allah (berbuat kesyirikan -red).” (HR. At-Tirmidzi no. 3474 dan Ahmad no. 16583/16699)
6. Membaca Ayat Kursi:
Artinya: “Allah, tidak ada ilah (sesembahan yang haq (benar) diibadahi) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? (Allah) mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Al-Baqarah: 255)
Tentang keutamaannya Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam bersabda:
من قرأ آية الكرسي في دبر كل صلاة مكتوبة لم يمنعه من دخول الجنة الا ان يموت نوع آخر في دبر الصلوات
“Barangsiapa membaca Ayat Kursi setiap selesai menunaikan shalat lima waktu, maka tidaklah ada yang menghalanginya untuk masuk ke dalam Al-Jannah (Surga) kecuali kematian.” (HR. An-Nasa’i dalam Sunan Al-Kubra no. 9928)
7. Membaca surat Al-Ikhlash, Al-Falaq dan An-Naas:
Artinya: “Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Rabb yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (Al-Ikhlash: 1-4)
Artinya: “Katakanlah: “Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai subuh. Dari kejahatan makhluk-Nya. Dan dari kejahatan malam apabila Telah gelap gulita.Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul. Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” (Al-Falaq: 1-5)
Artinya: “Katakanlah: “Aku berlindung kepada Rabb (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Ilah (sesembahan) manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.” (An-Naas: 1-6)
Catatan: Tiga surat tersebut dibaca 3 kali setelah shalat Maghrib dan Shubuh dan dibaca 1 kali setelah shalat Zhuhur, ‘Ashar dan ‘Isya`.
Keutamaannya adalah sebagimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam: “Tiga surat tersebut cukup bagimu (sebagai permohonan perlindungan) dari segala kejelekan.” (Lihat Sunan Abu Daud no. 5094)
Wallahu a’lam bisshowab.
http://www.buletin-alilmu.com/wirid-wirid-setelah-shalat-lima-waktu
Jumat, 23 Maret 2012
Software Foxit PDF Editor
Bismillah. Beberapa waktu lalu kami posting materi atau RPP (lesson plan) dalam bentuk PDF. nah...mungkin ada dari rekan yang belum punya software gratis untuk edit PDF, maka silahkan download dan extract filenya dengan password pakdearno. demikian semoga bermanfaat
Selasa, 20 Maret 2012
Materi Reservation PPT
Reservation xii
View more presentations from miarno.
Minggu, 18 Maret 2012
Adab Makan dan Minum-1
Adab Makan dan Minum-1
Oleh Buletin Al-Ilmu
Jum'at, 04 Januari 2008 - 07:49:00
Hit: 1814
Islam adalah dien rahmat bagi semesta alam. Dien yang menjelaskan segala bentuk kemaslahatan (kebaikan) bagi manusia, mulai dari masalah yang paling kecil dan ringan hingga masalah yang paling besar dan berat. Demikianlah kesempurnaan Islam yang hujjahnya sangat jelas dan terang, malamnya bagaikan siang. Sehingga tidak ada satupun permasalahan yang tersisa melainkan telah dijelaskan didalamnya. Termasuk dari keindahan dan kesempurnaan agama Islam adalah adanya aturan-aturan dan adab ketika makan dan minum. Bagaimanakah agama Islam nan sempurna ini mengaturnya?. Pada edisi kali ini kami sajikan pembahasannya secara ringkas sebagai berikut:
Adab-adab ketika menyantap hidangan
1.Berdo'a sebelum makan
Permasalahan yang sungguh sangat ringan, namun sering terlalaikan oleh sebagian kaum muslimin, yaitu berdo'a sebelum makan. Padahal lebih ringan daripada sekedar mengangkat sesuap nasi ke mulut dan tidak leb h berat dari menahan rasa lapar.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا فَلْيَقُلْ: بسم الله, فَإِنْ نَسِيَ فِيْ أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ: بِسْمِ اللهِ فِيْ أَوَّ لِهِ وَآخِرِهِ
"Apabila salah seorang kalian makan suatu makanan, maka hendaklah dia mengucapkan "Bismillah" (Dengan nama Allah), dan bila dia lupa diawalnya hendaklah dia mengucapkan "Bismillah fii awwalihi wa akhirihi" (Dengan nama Allah di awal dan diakhirnya)."{Shahih Sunan At-Tirmidzi 2/167 no.1513 oleh Asy-Syaikh Al-Albani }
Dalam hadits yang lain dari Shahabat yang membantu Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam selama 18 tahun, dia bercerita bahwa: "Dia selalu mendengar Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam apabila mendekati makanan mengucapkan 'bismillah'."{HR. Muslim}
Berdasarkan dalil yang shahih dan sharih (tegas) di atas, menerangkan bahwa membaca 'bismillah' ketika makan dan minum adalah wajib dan berdosa bila meninggalkannya. Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam berkata kepada 'Umar bin Abi Salamah:
يَاغُلاَمُ,سَمِّ اللهَ وَكُلْ بِيَمِيْنِكَ...
"Wahai anak! Sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu..."{HR.Al Bukhari dan Muslim}
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: "Yang benar adalah wajib membaca 'bismilah' ketika makan. Dan hadits-hadits yang memerintahkan demikian adalah shahih dan sharih. Dan tidak ada yang menyelisihinya serta tidak ada satupun ijma' yang membolehkan untuk menyelisihinya dan mengeluarkan dari makna lahirnya. Orang yang meninggalkannya akan ditemani setan dalam makan dan minumnya."
Kemudian apakah boleh bagi kita untuk menambah dengan bacaan "Arrahmanirrahim"?
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam kitab beliau Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah (1/152) mengatakan: "Membaca tasmiyah di permulaan makan adalah 'Bismillah' dan tidak ada tambahan padanya. Dan semua hadits-hadits yang shahih dalam masalah ini tidak ada tambahan sedikitpun. Dan saya tidak mengetahui satu haditspun yang didalamnya ada tambahan (bismillahirrahmanirrahim, pent)."
2.Menggunakan tangan kanan
Makan dan minum dengan tangan kanan adalah wajib, dan bila seseorang makan dan minum dengan tangan kiri maka berdosa karena dia telah menyelisihi perintah Allah subhanahu wata'ala dan Rasul-Nya serta merupakan bentuk perbuatan tasyabbuh (meniru) perilaku setan dan orang-orang kafir.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِيْنِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِيْنِهِ فَإِنَّ الشّ 614;يْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ
"Apabila salah seorang dari kalian makan, maka hendaklah makan dengan tangan kanan dan apabila dia minum, minumlah dengan tangan kanan. Karena setan apabila dia makan, makan dengan tangan kiri dan apabila minum, minum dengan tangan kiri."{HR. Muslim}
3.Makan dari arah pinggir dan disekitarnya
Makan dari arah pinggir atau tepi dan memakan apa yang ada disekitarnya (yang terdekat) merupakan bimbingan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, dan pada bimbingan beliau terkandung barakah serta merupakan penampilan adab yang baik.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا وُضِعَ الطَّعَامُ فَخُذُوْا مِنْ حَافَتِهِ وَذَرُوْا وَسْطَهُ فَإِنَّ الْبَرَكَةَ تَنْزِلُ فِيْ وَسْطِهِ
"Jika makanan diletakkan, maka mulailah dari pinggirnya dan jauhi (memulai) dari tengahnya, karena sesungguhnya barakah itu turun di tengah-tengah makanan."{Shahih Sunan Ibnu Majah no.2650 oleh Asy-Syaikh Al-Albani}
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam berkata kepada 'Umar bin Abi Salamah:
يَاغُلاَمُ,سَمِّ اللهَ وَكُلْ بِيَمِيْنِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ
"Wahai anak! Sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah yang ada disekitarmu (didekatmu)."{HR.Al Bukhari dan Muslim}
4.Duduk saat makan
Islam mengajarkan bagaimana cara duduk yang baik ketika makan yang tentunya hal itu telah dipraktekkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Sifat duduk Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam ketika makan telah diceritakan oleh Abdullah bin Busr radhiallahu 'anhu: "Nabi memiliki sebuah qas'ah (tempat makan/nampan) dan qas'ah itu disebut Al-Gharra' dan dibawa oleh empat orang. Di saat mereka berada di waktu pagi, mereka Shalat Dhuha, lalu dibawalah qas'ah tersebut ?dan padanya ada tsarid (sejenis roti) ? mereka mengelilinginya. Tatkala semakin bertambah (jumlah mereka), Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam duduk di atas kedua betis beliau. Seorang A'rabi (badui) bertanya: "Duduk apa ini, wahai Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam" Beliau menjawab: "Sesungguhnya aku dijadikan oleh Allah sebagai hamba yang dermawan dan Allah tidak menjadikan aku seorang yang angkuh dan penentang."{HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah. Shahih}
Kenapa Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam duduk dengan jatsa (di atas kedua lutut dan kaki)? Ibnu Baththal mengatakan: "Beliau melakukan hal itu sebagai salahsatu bentuk tawadhu' beliau." {Fathul Bari, 9/619}
Al Hafidzh Ibnu Hajar juga menerangkan:"?maka cara duduk yang disunnahkan ketika makan adalah duduk dengan jatsa. Artinya duduk di atas kedua lutut dan kedua punggung kaki, atau dengan mendirikan kaki yang kanan dan duduk di atas kaki kiri."{Fathul Bari, }
5.Tidak boleh mencerca makanan
Semua yang kita makan dan minum merupakan rizki yang datang dari Allah subhanahu wata'ala, maka tidak boleh bagi kita untuk menghina ataupun mencerca sedikitpun dari apa yang telah diberikan Allah subhanahu wata'ala. Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam mengajarkan kepada kita suatu adab yang mulia ketika tidak menyukai makanan yang dihidangkan sebagaimana dalam hadits:
Dari Shahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, beliau berkata:
مَا عَابَ النَّبِيُّ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا قَطُّ, إِنِ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُُ
"Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam tidak pernah mencerca makanan sama sekali. Bila beliau mengiginkan sesuatu beliau memakannya dan bila tidak suka beliau meninggalkannya."{HR. Al Bukhari dan Muslim}
6.Berdo'a sesudah makan
Sesungguhnya Allah subhanahu wata'ala meridhai terhadap seorang hamba yang makan dan minum, kemudian memuji-Nya. Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ اْلأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشُّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا
"Sesungguhnya Allah betul-betul ridha terhadap seorang hamba yang memakan makanan, kemudian memuji-Nya dan yang meminum minuman lalu memuji-Nya." {HR. Muslim}
Adapun di antara beberapa contoh do'a sesudah makan dan minum adalah sebagai berikut ini:
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ أَكَلَ طَعَامًافَقَالَ "الْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا وَرَزَقَنِيْهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلِ مِنِّي وَلاَ قُوَّةٍ" غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa memakan makanan dan dia mengatakan "Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makan ini, dan memberiku rizki dengan tanpa ada daya dan kekuatan dariku." Maka akan diampuni dosanya."{HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah. Shahih}
الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ غَيْرَ مَكْفِيٍّ وَلاَ مُوَدَّعٍ وَلاَ مُسْتَغْنًى عَنْهُ رَبُّنَا
"Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik dan berkah. Dia tidak membutuhkan pemberian makanan (karena Dia yang memberi makanan), tidak ditinggalkan dan tidak membutuhkan makanan itu ya Rabb kami." {HR. Al Bukhari, Tirmidzi dengan lafadznya}
Apakah ada do'a yang lain yang bisa dibaca setelah makan?. Jawabnya ada do'a selain ini dan boleh dibaca selama do'a tersebut benar datangnya dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Do'a-do'a penutup tersebut merupakan bentuk syukur dan sebagai bentuk mengingat keutamaan Allah subhanahu wata'ala dan rizki-Nya kepada kita.
7.Membasuh tangan sebelum tidur
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ نَامَ وَفِي يَدِهِ غُمَرٌ وَلَمْ يَغْسِلْهُ فَأَصَابَهُ شَيْءٌ فَلاَ يَلُومَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ
"Barangsiapa tertidur dan ditangannya terdapat lemak (kotoran bekas makan) dan dia belum mencucinya lalu dia tertimpa oleh sesuatu, maka janganlah dia mencela melainkan dirinya sendiri."{HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah. Shahih}
http://assalafy.org/artikel.php?kategori=fiqh=4
Sumber :
www.darussalaf.or.id
Si Orang Pintar
Si Orang Pintar
Oleh Buletin Jum?at Al-Atsariyyah
Jum'at, 04 Januari 2008 - 07:57:34
Hit: 1494
Manusia zaman modern memang aneh, teknologi semakin maju, namun kepercayaan terkadang terbelakang. Mereka masih mempercayai para dukun untuk menentukan nasibnya. Tak terbatas pada orang awam dan primitif saja, namun juga artis pengusaha, pejabat, bahkan orang akademik yang setiap hari melahap ilmu pengetahuan pun ikut-ikutan. Padahal si dukun sendiri kehidupannya biasa-biasa saja. Anehnya si dukun sering disebut "Orang Pintar". Dia memang orang pintar, tapi pintar membohongi orang. Inilah yang diistilahkan dengan "Pintar-pintar Bodoh"
Dalam keseharian, banyak para gadis yang ingin mendapatkan jodoh datang meminta petuah dukun yang kebetulan "buka praktek". Banyak pula yang justru ditipu oleh dukun, ada yang direnggut kegadisannya; harta bendanya diperas, bahkan ada yang dibunuh dengan dalih menyempurnakan ilmu sang dukun. Orang sakit parah, orang yang ingin cepat naik pangkat, cepat kaya, ingin mencelakakan orang atau ingin selamat dari gangguan orang lain, eh juga datang ke orang pintar ini. Seolah-olah orang yang disebut "orang pintar" alias dukun itu adalah orang yang serba bisa dan serba mampu mengatasi segala persoalan.
Seorang muslim dilarang keras untuk mendatangi para normal alias dukun sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah -Shollallahu ?alaihi wasallam-,
"Barang siapa yang mendatangi peramal, kemudian menanyakan kepadanya tentang sesuatu, maka tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari" . [HR. Muslim (2230)
Al-Imam Abu Zakariya An-Nawawiy-rahimahullah- berkata, "Adapun arrof (peramal), sungguh telah lewat penjelasannya, dan bahwa ia adalah termasuk golongan para dukun". [Lihat Al- MinhajSyarh Shohih Muslim (14/227)]
Bahkan Rasulullah -Shollallahu ?alaihi wasallam- bersabda,
"Barang siapa yang mendatangi dukun atau arraf (peramal) lalu membenarkan apa yang ia katakan, maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad". [HR. Ahmad dalam Musnad-nya (2/429/no.9532), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (1/8/no.15), Al Baihaqi (7/198/no.16274), dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al Albaniy dalam Shohih At-Targhib (3047)
Maksudnya, ia telah mengingkari ayat yang diturunkan kepada Muhammad -Shollallahu ?alaihi wasallam- berikut ini,
"Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan". (QS. An-Naml: 65) [Lihar Al-Qaul Al- Mufid (hal.33), cet. Darul Aqidah].
Hadits ini menunjukkan kafirnya orang yang membenarkan para dukun dan peramal, jika ia meyakini bahwa dukun atau peramal mengetahui perkara ghaib. Adapun hadits yang sebelumnya, menunjukkan tidak kafirnya orang yang membenarkan dukun atau peramal, jika ia tidak meyakini demikian, tapi ia meyakini bahwa itu adalah berita dari jin yang dicuri dengar dari malaikat. Perlu diketahui bahwa sekalipun ia tak kafir, namun membenarkan dukun adalah dosa besar yang menyebabkan pahala sholat tertolak !!
Abdur Ra?uf Al-Munawiy-rahimahullah- berkata, "Hadits ini dengan hadits yang sebelumnya tak ada kontradiksi, karena maksudnya, orang yang membenarkan dukun jika ia meyakini bahwa si dukun mengetahui perkara ghaib, maka ia kafir; jika ia meyakini bahwa jin membisikkan kepada si dukun sesuatu yang ia curi dengar dari malaikat, dan bahwa hal itu melalui wangsit (dari jin), lalu ia (orang yang datang ke dukun) membenarkan dukun dari cara seperti ini, maka ia tak kafir". [Lihat Faidhul Qodir (6/23/no.10883)]
Sebagian besar masyarakat kita yang tidak berpegang teguh kepada aqidah islam yang benar, selalu menjadikan "orang pintar" alias para normal dan dukun sebagai tempat bertanya, mengadu, tempat mencurahkan segala keluh kesah, dan tempat bersandar. Fenomena ini nampak jelas, saat pemilu, pertandingan sepak bola, pembangunan rumah dan gedung bertingkat, saat turunnya bala?, pernikahan, kehamilan, baca-baca (kenduren) dan sebagainya. Bahkan ketika Orde Baru digulirkan dan reformasi ditegakkan, para dukun atau para normal naik daun. Muncullah sejumlah ramalan tentang masa depan bangsa dan negara dikemukakan. Media masa dan televisi pun menjadikan mereka sebagai pengamat politik dan ekonomi. Mereka lebih mempercayai ucapannya para dukun dari pada ucapan Allah dan Rasul-Nya. Padahal tidak ada satu pun ucapan yang dilontarkan oleh sang dukun, kecuali ia campurkan dengan seratus kebohongan. Masih segar dalam benak kita peristiwa meluapnya lumpur panas dan ganas Lapindo sehingga memaksa masyarakat berkerut dahi sampai mereka melibatkan dukun dan para normal yang tidak mendatangkan hasil. Ini adalah musibah dan kejahilan !! La haula walaa quwwata illa billah.
Para dukun dan para normal tidaklah mengabarkan perkara ghaib, kecuali ia akan berdusta. Jika ia benar ?tapi ini jarang-, maka mungkin itu hanya kebetulan atau mendapatkan wangsit dari jin yang dicuri dari para malaikat.
Aisyah -radhiyallahu ?anhu- berkata,
"Orang-orang bertanya kepada Rasulullah -Shollallahu ?alaihi wasallam- tentang dukun (para normal). Beliau bersabda,"Mereka tidak ada apa-apanya". Para sahabat bertanya,"Wahai Rasulullah, mereka terkadang mengucapkan sesuatu yang kemudian betul-betul terjadi?. Beliau -Shollallahu ?alaihi wasallam- menjawab," Itu adalah kata-kata yang benar, dicuri oleh jin (dari langit), lalu dibisikkan kepada wali-walinya (para dukun), lalu para dukun itu memcampurkannya dengan seratus kebohongan". [HR. Al Bukhariy dalam Shohih-nya (5762), Muslim (2228)].
Al-Imam Abu Sulaiman Al-Khoththobiy -rahimahullah- berkata, "Para dukun itu sebagaimana yang diketahui berdasarkan fakta eksperimen adalah kaum yang memiliki perasaan yang peka, hati yang buruk, dan tabiat yang panas. Mereka selalu meminta bantuan kepada jin dalam segala urusannya, dan bertanya kepada jin tentang kejadian-kejadian. Lalu jin pun membisikkan wangsit-wangsit kepada si dukun".[Lihat Fath Al-Bari (10/219), cet. Darul Ma?rifah]
Trik-trik kalimat yang sering mereka gunakan seperti : "inikan hanya ikhtiar, yang menentukan kan Tuhan". Trik-trik itu sangat "jitu" dan sangat "efektif" untuk menipu orang-orang awam muslim yang jahil (bodoh). Cukuplah bukti-bukti yang terjadi di sekitar kita menjadi pelajaran yang berharga. Berapa banyak wanita-wanita yang dicabuli, berapa banyak orang yang dikuras hartanya, berapa banyak orang yang sakit, justru bertambah parah setelah mendatangi dukun tersebut?
Dengan fakta seperti ini, masihkah kita mau mendatangi dan mempercayai para dukun? Padahal kebutuhan dirinya sendiri saja tidak dapat dia penuhi, apalagi kebutuhan orang lain. Andaikata mereka (para dukun itu) mengetahui hal-hal yang ghaib, niscaya mereka akan mengambil harta yang tersimpan di dalam perut bumi ini, sehingga mereka tidak lagi menjadi orang fakir yang kerjanya meminta-minta dan mengelabui orang lain, karena hanya sekedar mencari sesuap nasi dengan cara yang batil .
Namun kini paradukun sudah ganti wajah. Mereka tidak mau lagi disebut "dukun". Padahal mereka tetap melakukan perdukunan, namun bersembunyi di balik sorban atau jubah mereka. Maka bertebaranlah dukun-dukun yang berkedok sebagai "kiyai" atau "ustadz", dan "orang pintar" sehingga muncullah istilah "dukun islami". Sungguh mereka adalah racun di dalam Islam. Mereka mengelabui kaum muslimin dengan lahiriah mereka, sehingga masyarakat menyangka hal itu termasuk bagian dari syariat islam. Padahal Islam sangat jauh dari hal tersebut.
Bagaimana mungkin kita mempercayai orang-orang seperti ini; dia mengaku mengetahui perkara gaib dan mampu menolak bala, padahal orang yang paling mulia di muka bumi ini, sekaligus Rasul yang paling mulia tidak mengetahui perkara tersebut. Apakah mereka (para dukun) lebih baik dari pada Rasulullah -Shollallahu ?alaihi wasallam-? Allah -Ta?ala- memerintahkan Rasul-Nya untuk menyatakan kepada ummatnya,
"Katakanlah, "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman". (QS.Al A?raf: 188)
Ahli Tafsir Negeri Syam, Al-Imam Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy -rahimahullah- berkata, "Allah -Ta?ala- memerintahkan Nabi -Shallallahu ?alaihi wa sallam- untuk mengembalikan segala urusan kepada-Nya, dan mengabarkan tentang dirinya bahwa ia (Nabi -Shallallahu ?alaihi wa sallam-) tidaklah mengetahui perkara gaib di masa akan datang. Nabi -Shallallahu ?alaihi wa sallam- tidaklah mengetahui sedikitpun diantara hal gaib itu, selain perkara yang Allah singkapkan baginya".[Lihat Tafsir Al-Qur?an Al-Azhim (2/363)]
. Allah -Ta?ala- telah menyatakan bahwa tidak semua para rasul Allah perlihatkan kepadanya perkara gaib, tapi Allah memilih sebagian rasul-rasul yang diridhoi-Nya saja. Allah -Tabaraka wa Ta?ala- berfirman,
"(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, Maka dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, Maka Sesungguhnya dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya". (QS. Al Jin: 26-27)
Jadi para dukun yang mengaku mengetahui perkara gaib telah bersikap lancang terhadap Allah Yang Maha Mengetahui Perkara Gaib. Hanyalah Allah yang mengetahui perkara gaib. Tak ada makhluk yang mengetahui perkara gaib, baik ia malaikat ataupun nabi, apalagi selain keduanya. Kalaupun ada nabi atau malaikat yang tahu perkara gaib, maka itu hanyalah setitik diantara perkara gaib yang Allah wahyukan kepada mereka. Jadi, pada asalnya mereka tak tahu perkara gaib!! Nah, tentunya para normal dan dukun lebih tidak mungkin lagi mengetahui perkara gaib. Fa?tabiruu ya ulil albab?
Kami menasihatkan kepada kaum muslimin agar jangan mau tertipu oleh para dukun. Tuntutlah ilmu syar?i dan kokohkanlah aqidah kalian, karena sebab utama tersesatnya seseorang dan tertipunya dengan para dukun, karena tauhid kita kepada Allah -Ta?ala- masih belum benar, belum mantap atau belum ada sama sekali !!
Ingatlah! Allah -Azza wa Jalla- telah memperingatkan kita dalam ayat-ayat di atas dan hadits-hadits nabi -Shollallahu ?alaihi wasallam- agar kita jangan mendatangi dukun.
Namun jika kita tetap melanggarnya maka bacalah firman Allah -Ta?ala-,
"Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta".. Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, Mengapa Engkau menghimpunkan Aku dalam keadaan buta, padahal Aku dahulunya adalah seorang yang melihat?" Allah berfirman: "Demikianlah, Telah datang kepadamu ayat-ayat kami, Maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari Ini kamupun dilupakan". (QS. Thohaa: 123-126).
Demikianlah tulisan ini kami tulis sebagai bentuk kepedulian kami terhadap ummat Islam di Indonesia Raya, karena melihat maraknya perdukunan, ramalan, dan paranormal dekade terakhir ini. Mudah-mudahan risalah ini bisa menyadarkan ummat.
Sumber : Buletin Jum?at Al-Atsariyyah edisi 39 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te?ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa?izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa?izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma?had Tanwirus Sunnah ? Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa?izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)
http://almakassari.com/?p=187
Sumber :
www.darussalaf.or.id
Siapa Para Ulama ?
Siapa Para Ulama ?
Oleh Ustadz Qomar Suaidi
Rabu, 09 Juli 2008 - 20:18:24
Hit: 1399
Mungkin muncul pertanyaan, siapakah ulama itu? Hingga kini banyak perbedaan dalam menilai siapa ulama. Sehingga perlu dijelaskan siapa hakekat para ulama itu.
Untuk itu kita akan merujuk kepada penjelasan para ulama Salafus Shaleh dan orang-orang yang menelusuri jalan mereka. Kata ulama itu sendiri merupakan bentuk jamak dari kata ?alim, yang artinya orang berilmu. Untuk mengetahui siapa ulama, kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan ilmu dalam istilah syariat, karena kata ilmu dalam bahasa yang berlaku sudah sangat meluas. Adapun makna ilmu dalam syariat lebih khusus yaitu mengetahui kandungan Al Qur?anul Karim, Sunnah Nabawiyah dan ucapan para shahabat dalam menafsiri keduanya dengan mengamalkannya dan menimbulkan khasyah (takut) kepada Allah.
Imam Syafi?i berkata: ?Seluruh ilmu selain Al Qur?an adalah hal yang menyibukkan kecuali hadits dan fiqh dan memahami agama. Ilmu adalah yang terdapat padanya haddatsana (telah mengkabarkan kepada kami - yakni ilmu hadits) dan selain dari padanya adalah bisikan-bisikan setan.?
Ibnu Qoyyim menyatakan: ?Ilmu adalah berkata Allah, berkata Rasul-Nya, berkata para shahabat yang tiada menyelisihi akal sehat padanya.? (Al Haqidatusy-Syar?iyah: 119-120)
Dari penjelasan makna ilmu dalam syariat, maka orang alim atau ulama adalah orang yang menguasai ilmu tersebut serta mengamalkannya dan menumbuhkan rasa takut kepada Allah Subhanahuwata'ala . Oleh karenanya dahulu sebagian ulama menyatakan ulama adalah orang yang mengetahui Allah Subhanahuwata'ala dan mengetahui perintah-Nya. Ia adalah orang yang takut kepada Allah Subhanahuwata'ala dan mengetahui batasan-batasan syariat-Nya serta kewajiban-kewajiban-Nya. Rabi? bin Anas menyatakan ?Barangsiapa yang tidak takut kepada Allah bukanlah seorang ulama.?
Allah berfirman: ?Sesungguhnya yang takut kepada Allah hanyalah ulama .? (Fathir: 29)
Kesimpulannya, orang-orang yang pantas menjadi rujukan dalam masalah ini adalah yang berilmu tentang kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya serta ucapan para shahabat. Dialah yang berhak berijtihad dalam hal-hal yang baru. (Ibnu Qoyyim, I?lam Muwaqqi?in 4/21, Madarikun Nadhar 155)
Ibnu Majisyun, salah seorang murid Imam Malik mengatakan: ?Dahulu (para ulama) menyatakan, ?Tidaklah seorang itu menjadi Imam dalam hal fiqh sehingga menjadi imam dalam hal Al Qur?an dan Hadits dan tidak menjadi imam dalam hal hadits sehingga menjadi imam dalam hal fiqh.? (Jami? Bayanil ?Ilm: 2/818)
Imam Syafi?i menyatakan: ?Jika datang sebuah perkara yang musykil (rumit) jangan mengajak musyawarah kecuali orang yang terpercaya dan berilmu tentang al Kitab dan Sunnah, ucapan para shahabat, pendapat para ulama?, qiyas dan bahasa Arab. (Jami? Bayanil ?Ilm: 2/818)
Merekalah ulama yang hakiki, bukan sekedar pemikir harakah, mubaligh penceramah, aktivis gerakan dakwah, ahli membaca kitabullah, ahli taqlid dalam madzhab fiqh, dan ulama shu? (jahat), atau ahlu bid?ah. Tapi ulama hakiki yang istiqamah di atas Sunnah.
Wallahu a?lam ?
Sumber :
http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_on
Tip Nabawi Ketika Buang Air
Tips Nabawi Ketika Buang Air
Posted by: shirotholmustaqim on: Agustus 1, 2010
• In: Fiqh
• Comment!
Perhatikan bagaimana Allah menyiksa dua orang dalam kuburnya akibat “perkara yang dianggap sepele” oleh sebagian orang pada hari ini, yaitu kencing sembarangan, dan adu domba (gosip yang merusak hubungan dua pihak). Jadi, kencing sembarangan, dan gosip yang merusak hubungan dua pihak merupakan perkara yang besar di sisi Allah, sekalipun ia “remeh” dalam pandangan sebagian manusia.
Decak kagum terus bergema dalam hati ketika seseorang melihat keindahan Islam, dan kerapiannnya yang telah diatur oleh Sang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kekaguman seperti ini pernah dialami oleh seorang kafir jahiliah ketika ia berkata kepada sahabat Salman Al-Farisiy -radhiyallahu ‘anhu-, “Sungguh Nabi kalian -Shollallahu ‘alaihi wasallam- telah mengajari kalian tentang segala hal sampai tata cara buang air”. Maka Salman menjawab,
أَجَلْ لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِيْنِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بَأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بَرَجِيْعٍ أَوْ بِعَظْمٍ
“Betul !! Sungguh kami dilarang menghadap kiblat saat buang air besar atau kecil, (kami juga dilarang) cebok dengan menggunakan tangan kanan atau cebok kurang dari 3 batu, atau cebok dengan kotoran hewan, atau tulang”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (262), Abu Dawud dalam Sunan-nya (7), At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (16), An-Nasa’iy dalam Sunan-nya (41 & 49), dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya (316)]
Inilah tuntunan suci dari syari’at Allah -Ta’ala- dalam membimbing para sahabat dan kaum muslimin untuk hidup di atas kesucian. Bukan seperti opini yang dituduhkan oleh sebagian orang-orang kafir dan munafiq di zaman ini bahwa Islam dan pengikutnya memiliki jalan hidup yang kotor, jorok, dan tidak menjaga kebersihan!!
Dalam menepis tuduhan keji ini, kru buletin Al-Atsariyyah menurunkan tulisan “Adab-adab Buang Air”. Dari sini, kalian akan melihat sisi keindahan syari’at yang maha lengkap dalam segala lini. Diantara adab-adab buang air:
Menjauh dan Menutup Aurat dari Manusia
Malu adalah sifat mulia yang diajarkan dalam Islam sampai ketika orang pun buang air dianjurkan menjaga sifat malu. Karenanya, saat buang air seorang dianjurkan mencari tempat yang jauh dari jangkauan manusia, dan menutup aurat. Lihatlah Panutan kita, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Mughiroh bin Syu’bah -radhiyallahu ‘anhu-,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا ذَهَبَ الْمَذْهَبَ أَبْعَدَ
“Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, apabila pergi ke tempat pembuangan air, maka beliau menjauh”. [HR. Abu Dawud (1), At-Tirmidziy (20), An-Nasa’iy (17), dan Ibnu Majah (331). Di-shohih-kan Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (1159)]
Adapun pada hari ini -alhamdulillah-, orang tidak perlu menjauh, karena WC dan toilet telah melindungi mereka dari pandangan manusia, kecuali jika kita buang air di tempat yang terbuka, maka kita dianjurkan menjauh dari pandangan manusia.
Jangan Buang Air di Jalan, Tempat Berteduh Manusia, dan Telaga
Ada beberapa tempat yang harus dijaga dari kotoran manusia, karena merupakan fasilitas orang banyak, dan tempat aktifitas mereka. Karenanya, Allah melaknat orang yang mengotori semua tempat umum yang dimanfaatkan oleh manusia. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
اِتَّقُوْا الْمَلَاعِنَ الثَّلاَثَةَ: الْبِرَازُ فِيْ الْمَوَارِدِ وَقَارِعَةِ الطَّرِيْقِ وَالظِّلِّ
“Waspadailah perbuatan-perbuatan yang bisa mendatangkan laknat : Buang air di sumber mata air, tengah jalan, dan naungan (manusia)”. [HR. Abu Dawud (26), dan Ibnu Majah (328). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Al-Irwa’ (62)]
Muhaddits Negeri India, Al-Allamah Syamsul Haq Al-Azim Abadiy-rahimahullah- berkata dalam mengomentari hadits seperti ini, “Hadits ini menunjukkan haramnya buang air di jalanan manusia, atau naungan mereka, karena hal itu akan mengganggu kaum muslimin dengan menajisi orang yang lewat pada tempat itu, dan mengotorinya”. [Lihat Aunul Ma’bud (1/31), cet. Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1415 H]
Tidak Buang Air pada Air Tergenang atau Kamar Mandi.
Jika seorang buang air pada air tergenang, maka akan menyebabkan air rusak, dan bau pada tempat itu sehingga mengganggu orang lewat. Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- melarang buang air pada air tergenang. Dari Jabir -radhiyallahu ‘ anhu- dari Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa,
أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِيْ الْمَاءِ الرَّاكِدِ
“Beliau melarang kencing pada air yang tergenang”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (281)]
Demikian pula kita dilarang buang air di kamar mandi, tapi buang air harus di tempat lain yang disiapkan untuk kencing dan berak. Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
لَايَبُوْلَنَّ أَحَدُكُمْ فِيْ مُسْتَحَمِّهِ ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيْهِ
“Janganlah seorang diantara kalian buang air kecil di kamar mandinya, lalu ia mandi disitu”. [HR. Abu Dawud (27), At-Tirmidziy (21), An-Nasa’iy (36), dan Ibnu Majah (304). Di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy Al-Atsariy dalam Takhrij Al-Misykah (353)]
Berdo’a Sebelum Masuk ke Tempat Pembuangan Air
Berdo’a adalah adab yang senantiasa dilazimi oleh seorang mukmin dalam segala kondisinya agar ia tetap mengingat Allah yang mengatur segala urusannya, dan dijauhkan dari setan yang selalu berusaha menghalangi dan menggagalkan amal sholihnya. Sebab itu, kita dianjurkan saat masuk WC atau pembuangan air agar membaca do’a sehingga menjadi senjata kuat dalam melindungi kita dari was-was satan.
Anas -radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Dulu Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- jika hendak masuk ke tempat pembuangan air, maka beliau berkata (berdo’a),
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari para setan laki-laki, dan perempuan”. [HR. Al-Bukhoriy (142), dan Muslim (375)]
Tak Menghadap ke Arah Kiblat dan tidak pula Membelakanginya
Kiblat adalah syi’ar ibadah bagi kaum muslimin yang harus dimuliakan sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya -Shollallahu ‘alaihi wasallam-. Di antara bentuk pemuliaan Kiblat, seorang dilarang menghadap kiblat saat buang air besar, maupun kecil atau meludah ke arah kiblat. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
إِذَا أَتَيْتُمُ الْغَائِطَ فَلَا تَسْتَقْبِلُوْا الْقِبْلَةَ وَلَا تَسْتَدْبِرُوْهَا بَبَوْلٍ وَلَا غَائِطٍ
“Jika kalian mendatangi tempat pembuangan air, maka janganlah menghadap kiblat, dan jangan pula membelakanginya saat kencing, maupun berak”. [HR. Al-Bukhoriy (394), dan Muslim (264)]
Menjaga badan dan Pakaian Najis Tinja & Kencing
Jika kita akan buang air, maka perhatikan pakaian jangan sampai terkena kotoran tinja, dan percikan kencing sehingga najisnya tetap ada pada pakaian kita atau badan kita, lalu kita bangkit melakukan sholat dalam keadaan bernajis. Inilah yang menyebabkan datangnya adzab (siksa) bagi seorang muslim di alam kubur. Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مََّر بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ: إِنَّهُمَا يُعّذَّبَانِ وَمَا يَعَذَّبَانِ فِيْ كَبِيْرٍ, بَلَى إِنَّهُ كَبِيْرٌ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَمْشِيْ بِالنَّمِيْمَةِ, وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ
“Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah melewati dua kubur seraya bersabda, “Sesungguhnya kedua (penghuni)nya disiksa, sedang ia tak disiksa karena perkara besar (menurut sangkaanya, pen). Bahkan itu (sebenarnya) adalah perkara besar. Adapun salah satu diantaranya, ia melakukan adu domba. Adapun yang kedua, ia tidak berlindung dari (percikan) kencingnya”.”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (216), dan Muslim dalam Shohih-nya (111)]
Perhatikan bagaimana Allah menyiksa dua orang dalam kuburnya akibat “perkara yang dianggap sepele” oleh sebagian orang pada hari ini, yaitu kencing sembarangan, dan adu domba (gosip yang merusak hubungan dua pihak). Jadi, kencing sembarangan, dan gosip yang merusak hubungan dua pihak merupakan perkara yang besar di sisi Allah, sekalipun ia “remeh” dalam pandangan sebagian manusia. Oleh karenanya, kita sesalkan ada sebagian diantara saudara-saudara kita yang masih sembarangan kencing, tanpa memperhatikan apakah kencingnya mengenai dirinya atau tidak !!
Cebok dengan Tangan Kiri, bukan dengan Tangan Kanan !!
Allah -Ta’ala- telah mengatur segala sesuatu pada tempatnya masing-masing; tangan kanan untuk menggenggam sesuatu yang bersih dan baik. Adapun kiri, maka fungsinya untuk menggenggam sesuatu yang kotor, dan jorok. Dengarkan A’isyah saat ia menggambarkan pribadi Teladan kita -Shollallahu ‘alaihi wasallam-,
كَانَتْ يَدُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْيُمْنَى لِطُهُوْرِهِ وَطَعَامِهِ وَكَانَتْ يَدُهُ الْيُسْرَى لِخَلَائِهِ وَمَا كَانَ مِنْ أَذًى
“Adalah tangan kanan Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- untuk wudhu’nya, dan makannya; tangan kirinya untuk cebok, dan sesuatu yang kotor”. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (33). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy Al-Atsariy dalam Irwa’ Al-Gholil (93)]
Jadi, ketika cebok, pakailah tangan kiri; saat makan dan minum, maka pakailah tangan kanan. Jangan seperti sebagian orang jahil, ia makan dengan tangan kirinya yang dipakai cebok dan membersihkan kotoran. Amat jorok dan kotor orang yang seperti ini.
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- juga pernah bersabda,
لَا يُمْسِكَنَّ أَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ بِيَمِيْنِهِ وَهُوَ يَبُوْلُ وَلَا يَتَمَسَّحْ مِنَ الْخَلَاءِ بِيَمِيْنِهِ وَلَا يَتَنَفَّسْ فِيْ الْإِنَاءِ
“Janganlah seorang diantara kalian memegang kemaluannya dengan tangan kanannya, sedang ia kencing; jangan cebok dari kotoran dengan tangan kanan, dan jangan bernafas dalam wadah/gelas (saat minum)”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (153), dan Muslim dalam Shohih-nya (267)]
Istinja’ (Cebok) dengan Menggunakan Air
Tinja dan kencing adalah najis yang harus disingkirkan dari pakaian, badan, dan kehidupan kita sehingga kita bisa beribadah, dan mu’amalah dengan baik.
Sarana terbaik membersihkan tinja adalah air. Anas bin Malik-radhiyallahu ‘anhu- berkata,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُ الْخَلَاءَ فَأَحْمِلُ أَنَا وَغُلَامٌ نَحْوِيْ إِدَاوَةً مِنْ مَاءٍ وَعَنَزَةً فَيَسْتَنْجِيْ بِالْمَاءِ
“Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- pernah memasuki tempat pembuangan air. Maka aku pun dan seorang bocah sebaya denganku datang membawa seember air dan tombak kecil, lalu beliau pun ber-istinja’ (cebok) dengan air”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (152), dan Muslim (271)]
Jika suatu saat kita tak menemukan air, maka kita boleh menggunakan tiga buah batu, atau tissue ketika ber-istinja’.Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
إِذِا ذَهَبَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْغَائِطِ فَلْيَذْهَبْ مَعَهُ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ يَسْتَطِيْبُ بِهِنَّ فَإِنَّهَا تُجْزِىءُ عَنْهُ
“Jika seorang diantara kalian pergi buang air, maka hendaknya ia membawa tiga batu yang dipakai untuk istinja’, karena (tiga) batu tersebut mencukupi baginya (untuk cebok)”. [HR. Abu Dawud (40), dan An-Nasa’iy (44)]
Namun disana ada benda-benda yang tak boleh digunakan cebok, sebab telah ada larangan Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dari menggunakannya.Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
لَا تَسْتَنْجُوْا بِالرَّوْثِ وَلَا باِلْعِظَامِ فَإِنَّهُ زَادُ إِخْوَانِكُمْ مِنَ الْجِنِّ
“Jangan cebok dengan menggunakan tahi binatang, dan tulang-belulang, karena itu adalah makanan saudara-saudara kalian dari kalangan jin”. [HR. At-Tirmidziy dalam As-Sunan (18), dan An-Nasa’iy dalam As-Sunan Al-Kubro (39). Di-shohih-kan Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (350)]
Menggosokkan Tangan pada Tanah Usai Istinja’
Usai cebok, seorang dianjurkan agar menggosokkan tangannya ke tanah demi membersihkan tangan dari sisa dan bau tinja. Boleh juga memakai sabun dan pengharum lainnya. Namun menggosokkan tangannya ke tanah lebih utama, karena demikianlah petunjuknya dalam sunnah, wallahu a’lam !
Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَى الْخَلَاءَ أَتَيْتُهُ بِمَاءٍ فَيْ تَوْرٍ أَوْ رَكْوَةٍ فَاسْتَنْجَى ثُمَّ مَسَّحَ يَدَهُ عَلىَ الْأَرْضِ ثُّمَّ أَتَيْتُهُ بِإِنَاءٍ آخَرَ فَتَوَضَّأَ
“Dulu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- jika mau buang air, maka aku bawakan air dalam bejana atau timba kecil. Lalu beliau beristinja’, kemudian menggosokkan tangannya pada tanah. Lalu aku bawakan bejana lain, kemudian beliau berwudhu’”. [HR. Abu Dawud (45). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (360)]
Berdoa Ketika Keluar WC
Selama di dalam WC, mugkin kita akan banyak melamun, dan tidak bisa berdzikir. Maka saat keluar, disyari’atkan membaca do’a. A’isyah -radhiyallahu ‘anha- berkata, “Jika beliau (Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-) keluar dari WC, maka beliau berdo’a,
غُفْرَانَك
“Aku memohon ampunan-Mu”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Al-Adab Al-Mufrod (693), Abu Dawud dalam As-Sunan (30), At-Tirmidziy dalam As-Sunan (7), dan Ahmad (6/155 no. 25261). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Hakim, Abu Hatim Ar-Roziy, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Ibnul Jarud, An-Nawawiy, Adz-Dzahabiy, Al-Albaniy sebagaimana dalam Al-Irwa’ (1/91). Demikian pula hadits ini di-hasan-kan oleh Syu’aib Al-Arnauth dalam Takhrij Al-Musnad (no. 25261), dan Abu Ishaq Al-Huwainiy dalam Ghouts Al-Mukdud (1/51)]
Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 61 Tahun I.
Langganan:
Postingan (Atom)